HINDU SOPOYONO: Asal Usul Tengger
OM SVASTI ASTU - SELAMAT DATANG DI SOPOYONO BLOGSPOT
“Aku hendak membagikan apa yang kudengar – itupun jika kau mengizinkan!”

Minggu

Asal Usul Tengger

Di mulai dari masa kerajaan Majapahit kurang lebih pada abad 16 ( 851 saka ) yaitu saat kehidupan keraton kerajaan majapahit  tidak menentu kemudian mengalami goncangan politik yang di sertai dengan perebutan kekuasaan, pada masa itulah terjadi perang yang di sebut " Perang Parekrek " yaitu perang perebutan kekuasaan, penduduk majapahit menghindari perang tersebut dan juga menghindari saat masuknya agama baru dengan tujuan untuk menghindari konflik, mereka kemudian pergi ke istana agung gunung bromo dan menetap di sana yang pada masa itu gunung bromo merupakan tempat aktif pemujaan kerajaan majapahit, di kawasan gunung bromo tersebut adalah merupakan tanah Hila - Hila ( tanah suci ). 


Ilustrasi Roro Anteng dan Joko Seger

Sebelum itu di ceritakan bahwasanya ada sebuah desa yang bernama " Walandit " yang notabene sekarang adalah penduduk Tengger, yang di huni oleh Ulun Hyang ( Abdi Dewata ) yang memuja Shang Hyang Swayambu / Shang Hyang Brahma (Dewa Brahma), penduduk walandit di bebaskan dari membayar titileman ( pajak upacara kenegaraaan ), dan penduduk walandit hanya di wajibkan untuk melakukan kegiatan upacara-upacara kegamaan Agama Hindu sebagai Abdi Dewata, dan melakukan pemujaan di gunung bromo.


Setelah itu juga terdapat (2) prasasti walandit yang di buat oleh kerajaan majapahit yaitu sebagai hadiah oleh Hayam Wuruk kepada peduduk Walandit, nama walandit sendiri adalah nama yang di sebut oleh empu prapanca yaitu tempat suci di mana penduduknya menghabiskan hidupnya sebagai Abdi Dewata, empu prapanca adalah pujangga kenamaan kerajaan majapahit yang di sebutkan dalam kakawin negarakertagama.


 Prasasti yang pertama berumur kurang lebih tahun 851 saka (929 m) kemudian prasasti yang kedua kurang lebih pada tahun  1327 saka ( 1407 m ) yang di temukan di daerah penanjakan yang termasuk Desa wonokitri pasuruan, dimana di dalam prasasti menunjukan adanya peradaban kehidupan spiritual di  kawasan bumi tengger ( Walandit ), di  dalam prasasti tersebut terdapat tulisan Bahasa Jawa Kawi Kuno kerajaan majapahit di tegaskan bahwa :


" aneninggih teteloman ring walandit kajebeh kajobong tanah hila-hila Shang Hyang Swayambu"


Shang Hyang Brahma / Shang Hyang Swayambu ( Dewa Brahma ) ( " Bromo " dalam bahasa jawa kawi kuno ), di situ di sebutkan bahwa gunung bromo adalah merupakan tanah suci ( hila-hila) tanah wangi ( harum ) dan merupakan pelinggih / tempat beristananya Shang Hyang Brahma yang di gunakan sebagai tempat pemujaan oleh Ulun Hyang ( Abdi Dewata ). dari situlah nama gunung bromo berasal.


Tersebutlah nama Roro Anteng dan Jogo Seger di tanah Hila-hila setelah menghindarkan perang parekrek di kerajaan majapahit, kedua nama ini bukanlah skedar nama melainkan SABDA bukan sebuah kebetulan mempunyai maksud untuk anak cucu tengger dan seluruh Jagad, yaitu menghadapi jaman, terutama jaman kolowut bendu ( jama edan ) / ( kali yuga ) ada kata-kata yang menyebutkan :


 " iwuh oyo yen wes anemai jaman edan, melu edan ora keduman datan melu ang nglakoni kaliren wekasane "  


dari situlah sering kita mendengar apabila hidup di jaman kali yuga apabila kita tidak ikut kelakuan / sifat kala manusia di jaman kali yuga maka kita akan sengsara / kelaparan.


kemudian ada kata yang menyebutkan :


" bekjo bekjane wong kang lali, isih bekjo wong iling lan waspodo "


Demikinlah yang di cita-citakan Beliau yaitu Roro anteng dan Jogo seger meskipun di jaman kali yuga kita harus selalu ingat Kepada Shyang Widhi dan selalu berhati-hati dalam tutur kata dan sikap dalam kehidupan.


Roro Anteng " Anteng " artinya dalam bahasa jawa : tenang, kokoh, tentram. dan Joko Seger " Seger " artinya dalam bahasa jawa : segar, subur, makmur. Nama tengger sendiri di bentuk dari kedua nama tersebut " teng " dan " ger " jadilah TENGGER nama ini juga apabila di artikan lebih jauh mempunyai makna yang mendasar , pedoman dan sebagai ciri khas Tengger yaitu " tengering budi kang luhur " yang tidak jauh dari arti walandit itu sendiri .



Beliau berdua menetap di kawasan rata cemara sewu dan di angkat sebagai anak oleh Sang Maha Resi Dadap putih dan kemudian di nikahkan. Karena lama Beliau tidak mendapatkan keturunan dan  apabila orang berkeluarga tentu apabila belum mendapatkan keturunan maka kurang lengkap. Kemudian Beliau melakukan tapa brata di watu kuta memohon kepada Shang Hyang Widhi agar di karuniai keturunan, kemudian beliau di restui oleh Shang Hyang Widhi dan di karunia anak 25, ini bukanlah sekedar hitung - hitungan 25 karena ini adalah sebagai awal mula / Leluhur ngalurnya ( cikal bakal Tengger. 


Nama -nama dari ke - 25 anak Beliau dan 

tempat beristananya adalah :

  1. Tumenggung Kliwung (Gunung Ringgit )

  2. Sinta Wiji (Gunung Ranten)

  3. Ki Baru Klinting (Lemah Kuning)

  4. Ki Kawit (Sumber Semanik)

  5. Jiting Jinah (Gunung Jemahan)

  6. Ical

  7. Prabu Siwah (Gunung Lingga)

  8. Cokro Pranoto Aminoto (Gunung Gender)

  9. Tunggul Wulung (Cemara Lawang)

  10. Tumenggung Klinter

  11. Raden Bagus Waris (Watu Balang)

  12. Kaki Dukun (Watu Wungkuk)

  13. Ki Pranoto (Sanggar Poten)

  14. Nini Perniti (Mbajangan)

  15. Tunggul Ametung (Tunggu'an)

  16. Raden Mesigit (Gunung Batok)

  17. Puspo Ki Gentong (Widodaren)

  18. Kaki Teku Nini Teku (Guyangan)

  19. Ki Dadung Awuk

  20. Ki Dumeling (Pusung Lingker)

  21. Ki Sindu Joyo (Wanangkara)

  22. Raden Sapu Jagad (Pudak Lembu)

  23. Ki Jenggot (Gunung Rujak)

  24. Ki Demang Diningrat (Gunung Semeru)

  25. Kusuma (Kawah Gunung Bromo)

 

Sumber : Dukun Ngadisari