Di
mulai dari masa kerajaan Majapahit kurang lebih pada abad 16 ( 851
saka ) yaitu saat kehidupan keraton kerajaan majapahit tidak menentu
kemudian mengalami goncangan politik yang di sertai dengan perebutan
kekuasaan, pada masa itulah terjadi perang yang di sebut " Perang
Parekrek " yaitu perang perebutan kekuasaan, penduduk majapahit
menghindari perang tersebut dan juga menghindari saat masuknya agama
baru dengan tujuan untuk menghindari konflik, mereka kemudian pergi ke
istana agung gunung bromo dan menetap di sana yang pada masa itu gunung
bromo merupakan tempat aktif pemujaan kerajaan majapahit, di kawasan
gunung bromo tersebut adalah merupakan tanah Hila - Hila ( tanah suci
).
|
Ilustrasi Roro Anteng dan Joko Seger
|
Sebelum
itu di ceritakan bahwasanya ada sebuah desa yang bernama " Walandit "
yang notabene sekarang adalah penduduk Tengger, yang di huni oleh Ulun
Hyang ( Abdi Dewata ) yang memuja Shang Hyang Swayambu / Shang Hyang
Brahma (Dewa Brahma), penduduk walandit di bebaskan dari membayar
titileman ( pajak upacara kenegaraaan ), dan penduduk walandit hanya di
wajibkan untuk melakukan kegiatan upacara-upacara kegamaan Agama Hindu
sebagai Abdi Dewata, dan melakukan pemujaan di gunung bromo.
Setelah
itu juga terdapat (2) prasasti walandit yang di buat oleh kerajaan
majapahit yaitu sebagai hadiah oleh Hayam Wuruk kepada peduduk Walandit,
nama walandit sendiri adalah nama yang di sebut oleh empu prapanca
yaitu tempat suci di mana penduduknya menghabiskan hidupnya sebagai Abdi
Dewata, empu prapanca adalah pujangga kenamaan kerajaan majapahit yang
di sebutkan dalam kakawin negarakertagama.
Prasasti yang pertama berumur kurang lebih tahun 851 saka (929 m)
kemudian prasasti yang kedua kurang lebih pada tahun 1327 saka ( 1407
m ) yang di temukan di daerah penanjakan yang termasuk Desa wonokitri
pasuruan, dimana di dalam prasasti menunjukan adanya peradaban
kehidupan spiritual di kawasan bumi tengger ( Walandit ), di dalam
prasasti tersebut terdapat tulisan Bahasa Jawa Kawi Kuno kerajaan
majapahit di tegaskan bahwa :
" aneninggih teteloman ring walandit kajebeh kajobong tanah hila-hila Shang Hyang Swayambu"
Shang
Hyang Brahma / Shang Hyang Swayambu ( Dewa Brahma ) ( " Bromo " dalam
bahasa jawa kawi kuno ), di situ di sebutkan bahwa gunung bromo adalah
merupakan tanah suci ( hila-hila) tanah wangi ( harum ) dan merupakan
pelinggih / tempat beristananya Shang Hyang Brahma yang di gunakan
sebagai tempat pemujaan oleh Ulun Hyang ( Abdi Dewata ). dari situlah
nama gunung bromo berasal.
Tersebutlah
nama Roro Anteng dan Jogo Seger di tanah Hila-hila setelah
menghindarkan perang parekrek di kerajaan majapahit, kedua nama ini
bukanlah skedar nama melainkan SABDA bukan sebuah kebetulan mempunyai
maksud untuk anak cucu tengger dan seluruh Jagad, yaitu menghadapi
jaman, terutama jaman kolowut bendu ( jama edan ) / ( kali yuga ) ada
kata-kata yang menyebutkan :
" iwuh oyo yen wes anemai jaman edan, melu edan ora keduman datan melu ang nglakoni kaliren wekasane "
dari
situlah sering kita mendengar apabila hidup di jaman kali yuga apabila
kita tidak ikut kelakuan / sifat kala manusia di jaman kali yuga maka
kita akan sengsara / kelaparan.
kemudian ada kata yang menyebutkan :
" bekjo bekjane wong kang lali, isih bekjo wong iling lan waspodo "
Demikinlah
yang di cita-citakan Beliau yaitu Roro anteng dan Jogo seger meskipun
di jaman kali yuga kita harus selalu ingat Kepada Shyang Widhi dan
selalu berhati-hati dalam tutur kata dan sikap dalam kehidupan.
Roro Anteng " Anteng " artinya dalam bahasa jawa : tenang, kokoh, tentram. dan Joko Seger " Seger " artinya dalam bahasa jawa : segar, subur, makmur. Nama tengger sendiri di bentuk dari kedua nama tersebut " teng " dan " ger " jadilah
TENGGER nama ini juga apabila di artikan lebih jauh mempunyai makna
yang mendasar , pedoman dan sebagai ciri khas Tengger yaitu " tengering budi kang luhur " yang tidak jauh dari arti walandit itu sendiri .
|
|
Beliau berdua menetap di kawasan rata cemara sewu dan di angkat sebagai anak oleh Sang Maha Resi Dadap putih
dan kemudian di nikahkan. Karena lama Beliau tidak mendapatkan
keturunan dan apabila orang berkeluarga tentu apabila belum mendapatkan
keturunan maka kurang lengkap. Kemudian Beliau melakukan tapa brata di
watu kuta memohon kepada Shang Hyang Widhi agar di karuniai keturunan,
kemudian beliau di restui oleh Shang Hyang Widhi dan di karunia anak
25, ini bukanlah sekedar hitung - hitungan 25 karena ini adalah sebagai
awal mula / Leluhur ngalurnya ( cikal bakal Tengger.
Nama -nama dari ke - 25 anak Beliau dan
tempat beristananya adalah :
Tumenggung Kliwung (Gunung Ringgit )
Sinta Wiji (Gunung Ranten)
Ki Baru Klinting (Lemah Kuning)
Ki Kawit (Sumber Semanik)
Jiting Jinah (Gunung Jemahan)
Ical
Prabu Siwah (Gunung Lingga)
Cokro Pranoto Aminoto (Gunung Gender)
Tunggul Wulung (Cemara Lawang)
Tumenggung Klinter
Raden Bagus Waris (Watu Balang)
Kaki Dukun (Watu Wungkuk)
Ki Pranoto (Sanggar Poten)
Nini Perniti (Mbajangan)
Tunggul Ametung (Tunggu'an)
Raden Mesigit (Gunung Batok)
Puspo Ki Gentong (Widodaren)
Kaki Teku Nini Teku (Guyangan)
Ki Dadung Awuk
Ki Dumeling (Pusung Lingker)
Ki Sindu Joyo (Wanangkara)
Raden Sapu Jagad (Pudak Lembu)
Ki Jenggot (Gunung Rujak)
Ki Demang Diningrat (Gunung Semeru)
Kusuma (Kawah Gunung Bromo)
Sumber : Dukun Ngadisari