HINDU SOPOYONO: Akademisi Unila Berhasil Selamatkan Tarian Nyaris Punah
OM SVASTI ASTU - SELAMAT DATANG DI SOPOYONO BLOGSPOT
“Aku hendak membagikan apa yang kudengar – itupun jika kau mengizinkan!”

Sabtu

Akademisi Unila Berhasil Selamatkan Tarian Nyaris Punah


(Vibizdaily - Sosbud) Akademisi Universitas Lampung, I Wayan Mustika, berhasil merekonstruksi tarian asli rakyat Tulangbawang, Lampung, yaitu tari Bedayo, yang nyaris punah dan tidak pernah ditampilkan selama ratusan tahun.

"Semuanya saya tulis dalam buku yang berjudul `Membangkitkan Kembali Tari Bedayo Tulangbawang`, sementara cerita tentang keberadaan tarian itu hanya didapat dari masyarakat yang saat ini sudah berusia sangat tua," kata dia, di Bandarlampung, Senin.

Hasil rekonstruksi tersebut merupakan sumbangan berharga bagi dunia kesenian dan budaya Lampung.

Menurut Wayan, jumlah warga yang mengetahui keberadaan dan gerakan tarian tersebut secara terperinci tinggal beberapa orang saja.

"Usia mereka rata-rata di atas 80 tahun, apabila pengetahuan mereka tentang tarian itu tidak digali, maka satu jenis kebudayaan masyarakat Lampung, khususnya seni tari, akan punah," kata dia.

Dalam melakukan rekonstruksi tari tersebut, Wayan melakukan riset langsung di daerah asal tarian itu di Kabupaten Tulangbawang, dan bertemu langsung dengan orang yang pernah menarikan tarian tersebut.

Dia melanjutkan, keberadaan tarian tersebut, yang hanya beredar melalui mulut ke mulut, didapat dari seniman Tulangbawang, Ratu Dandayati (80), dan Marwansyah Warganegara.

"Ratu Dandayati adalah seniman asal Lampung yang sering menari di Istana Negara pada era Bung Karno menjadi Presiden, dia termasuk di antara sedikit orang yang sangat memahami tarian tersebut," kata dia.

Sementara Marwansyah Warganegara adalah seorang pensiunan pegawai negeri sipil (PNS), juga warga Tulangbawang, yang dapat menceritakan sejarah dan hakikat tarian tersebut secara lisan.

Tari Bedayo merupakan tarian rakyat Tulangbawang, yang digunakan untuk kepentingan ritual, seperti penyembuhan penyakit, pemujaan pada dewa (Shiwa), dan syukuran saat berbahagia.

Tarian itu merupakan tari ritual yang dipersembahkan manusia kepada sang penciptanya, yang diperkirakan tumbuh di masa kerajaan Hindu pada abad ke-7.

Tarian tersebut dibawakan oleh sejumlah wanita dengan jumlah ganjil, yang semuanya harus berusia belia dan belum mengalami masa haid.

"Para penari yang membawakan tarian Bedayo pada masa itu harus dalam keadaan suci, dan tidak boleh wanita yang sudah datang bulan," terang Wayan.

Tarian tersebut tidak pernah lagi ditampilkan di Tulangbawang seiring dengan masuknya kebudayaan Islam, hingga Wayan melakukan rekonstruksi.

Pascarekonstruksi itu, Tarian Bedayo dipentaskan untuk pertama kalinya pada acara ulang tahun Kabupaten Tulangbawang pada awal 2010 lalu.

Tari Bedayo Tulang Bawang adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Tulang Bawang memiliki usia yang sangat tua dibandingkan dengan tarian lainnya yang ada di Menggala. Marwansyah Warganegara mengatakan, bahwa Tari Bedayo Tulang Bawang dulunya diciptakan atas permintaan Menak Sakaria dan adiknya Menak Sangecang Bumi keturunan ari puti Bulan, di kampung Tus Bujung Menggala kecamatan Tulang Bawang Udik.

Konon munculnya tari Bedayo Tulang Bawang akibat adanya wabah penyakit yang melanda kampung Bujung Menggala di masa itu. Berbagai usaha yang dilakukan pada saat itu, namun tidak kunjung hilang, selama pertapaannya menak Sakaria mendapatkan wangsit agar mengadaan upacara dan memotong kambing hitam diiringi sebuah tarian yang dibawakan penari wanita yang masih suci berjumlah 12 orang.
Ratu Dandayanti menerangkan, bahwa pada mulanya tari Bedayo Tulang Bawang disebut tari pemujaan atau penyembuh penyakit. Tarian pemujaan itu dipentaskan di candi Gughi yang disaksikan oleh banyak orang-orang di sekitar Kampung Bujung Menggala. Asal kata bedayo berasal dari kata budaya, Oleh karena itu tari Bedayo hanya terdapat di kabupaten Tulang Bawang saja.

Biasanya, kalau sudah ada kejadian yang sifatnya ghaib atau misalnya ada wabah penyakit yang melanda sebuah desa dimasa lalu, seketika masyarakat tersebut membuat penolak bala. Apakah yang digunakan itu sebuah tarian atau lainnya, yang intinya mohon keselamatan.

Dengan  adanya peninggalan adat istiadat dan kebiasaan lama, secara umum masyarakat Menggala masih percaya dengan kata-kata orang tua, baik itu berupa pantun, dongeng, legenda mitos, dan yang lainnya. Dengan demikian, cerita tari Bedayo Tulang Bawang pada saat ini masih terdengar di lingkungan masyarakat Menggala.

Untuk mengungkapkan kehadiran tari Bedayo Tulang Bawang secara pasti sangatlah sulit dicari jejak sejarahnya, karena sampai sekarang belum ditemukan data-data yang mencatat mengenai sejarah tarinya.
Tari Bedayo Tulang Bawang ditarikan oleh dua belas orang penari putri. Tiga orang penari membawa sesajen dan berada pada posisi depan, dan terdapat satu orang putra yang bertugas membawa payung sebagai pengiring namun tidak dalam posisi menari.

Adapun sesajen yang dibawa oleh ketiga penari putri tersebut antara lain: beras kuning dengan yang dicampur dengan kunyit dan bunga, kemenyan, dan daun salah. Dan Sembilan penari ini merupakan symbol kehidupan manusia yang melambangkan fungsi panca indra manusia dan fungsi hati, syaraf dan kaki manusia. Kemudian untuk ketiga penari yang mebawa sesaji yang melambangkan ke-Tuhanan.
Tari Bedayo Tulang Bawang dari hasil penyusunan ini memiliki beberapa gerak dasar pokok yang sudah menjadi gerak inti. Misalnya:
  1. Gerak Lapah Tebeng ( Melangkah)
  2. Gerak Sembah Pebekou (Menyembah)
  3. Gerak Samber Melayang (Burung Terbang)
Terdapat satu gerakan yang menjadi ciri khas yaitu gerakan sembah pebukou, yang memiliki makna sangat mendalam pada masa lampau, yaitu menyembah para dewa.
Busana yang dipakai penari Bedayo Tulang Bawang diantaranya:
  1. Siger atau Makuto
  2. Kalung Jimat
  3. Gelang Kano
  4. Tapis Cucuk Kanda
  5. Tapis Tutup Dada
  6. Ikat Pinggang Kuning
  7. Selendang
  8. Tanggai
Proses penyusunan tari Bedayo Tulang Bawang dari awal sampai selesai diiringi oleh alat musik klenongan yang sering disebut dengan talo balak atau tala balak. Talo bala di Tulang Bawang sering disebut dengan klenongan. Talo Balak yang secara lengkap berjumlah 19 buah instrument yang dimainkan oleh 9 orang penabuh ( disebut penayakan). Hasil permainan alat musik talo balak ini disebut dengan istilah tabuhan.