Dalam pandangan Hindu tidak memakai istilah dogmatik baik dan jahat
atau surga dengan neraka melainkan memiliki etika-etika yang berdasar
karena kebutuhan untuk menyelaraskan keinginan individu, emosi, dan
ambisi untuk mengarahkannya pada sebuah kehidupan yang harmonis di bumi
dengan tujuan mutlak dari agama Hindu untuk menyadari keberadaan kita
sendiri. Kesadaran diri menurut pandangan Hindu adalah kesadaran pada
diri kita dengan Tuhan, sebagai sumber dan intisari dari keberadaan
manusia dan kebebasannya.
Dalam kitab Hindu menyatakan bahwa setiap
individu yang terdiri dari tubuh fisik (sarira), pikiran (manas), intelek (buddhi), dan diri (atman). Berdasarkan 4 hal itu, setiap individu membutuhkan hal-hal keduniawian (artha)
untuk dapat mempertahankan tubuh fisik dan memuaskan segala kebutuhan
keluarga dengan ketergantungannya. Untuk memuaskan pikiran dan intelek,
kebutuhan untuk memenuhi keinginannya dan pengejaran intelek (kama) atau penyatuan dengan Tuhan merupakan tujuan utama dalam kehidupan manusia.
Setiap manusia harus memainkan perannya demi kebaikan masyarakat,
bangsa, dan dunia dengan melakukan tindakan yang dimotivasi kebaikan
sosial dan bertindak sesuai dengan batasan dharma (kebenaran), tugas, moral, dan hukum sosial.
Sehingga dalam hal ini terdapat empat tujuan prinsip hidup manusia yaitu dharma, artha, kama, dan moksa. Dharma adalah yang pertama, yang menandakan bahwa ketiganya tidak dapat dipenuhi tanpa memenuhi kewajiban dharma. Moksa
adalah tujuan yang terakhir karena keterikatan adalah memungkinkan
ketika dari ketiga bagian lain sudah terpenuhi. Walaupun dharma memiliki
arti yang berbeda dari sudut pandang etika, dharma adalah sistem moral
dan nilai etika. Hindu Dharma menyadari adanya tujuh faktor yang membuat
seseorang menyimpang dari jalan dharma atau mengarah untuk perbuatan
dosa, yaitu penderitaan (tresna), kemarahan (krodha), ketamakan (lobha), keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan (matsarya), dan egoisme (ahankara).
Untuk menghindari manusia tidak menyimpang karena pengaruh ketujuh
faktor tersebut, maka di dalam filsafat Hindu terdapat sepuluh
kebajikan, yang dikenal dengan "Dharma Laksana", yang terdapat di dalam kitab "Manu Smrti" yaitu sebagai berikut:
Akrodha (tidak marah): Kemarahan yang menutupi alasan,
menghasilkan perbedaan antara benar dan salah, serta kebajikan dan
keburukan. Ketika pemikiran yang dapat membedakan itu dirusak maka orang
tersebut akan kehilangan identitas diri. Seseorang yang marah akan
menyakiti diri sendiri dan orang lain, dengan tiga cara yang berbeda
secara fisik (melalui kekerasan), secara verbal (melalui kata-kata
kasar), dan secara mental (melalui keinginan yang buruk). Pengendalian
kemarahan dapat diartikan sebagai sebuah pemikiran yang baik dalam diri.
Asteya (tidak mencuri): Secara umum mencuri dapat
didefinisikan sebagai mengambil dengan paksa atau dengan tidak adil
barang/benda milik orang lain. Dalam etika Hindu, mencuri juga termasuk
didalamnya ingin menguasai barang/benda orang lain dan di atas kebutuhan
legistimasi yang menghambat kemajuan orang lain, atau mengambil
kesempatan mereka dengan memiliki sesuatu melalui maksud yang ilegal.
Kurangnya pengendalian indera dan ketamakan seseorang biasanya
menimbulkan suatu keinginan untuk mencuri. Seseorang yang memegang teguh
asteya akan bebas dari ketamakan dan tidak memiliki keinginan untuk
mencuri.
Atma Vinigraha (pengendalian pikiran):
Pikiran yang terganggu tidak dapat akan membedakan benar dengan yang
salah atau kebaikan dengan keburukan. Konsentrasi dalam memberikan
kebijaksanaan dan kasih yang mendalam dapat meningkatkan kekuatan
pikiran.
Dama (pengendalian diri atau pengendalian
indera): Indera harus dapat dikendalikan sehingga dapat berfungsi sesuai
dengan pengarahan alasan. Pengendalian diri bukan tidak berarti
penolakan diri namun dalam bersikap sederhana dalam memuaskan kebutuhan
dan menghindari kebodohan. Seseorang yang dapat mengendalikan dan
membebaskan dirinya dari berbicara yang lepas kendali, gosip, minum
berlebihan, dan menjaga tubuh dan pikirannya agar terkendali. Kurangnya
diskriminasi antara apa yang yang harus dan tidak harus dilakukan yang
mengarahkan seseorang pada angan-angan. Sebuah pikiran yang berkhayal
menjadi tidak sehat untuk dapat menyadari tujuan dari hidup seseorang.
Dhi (kemurnian pikiran): Kemurnian pikiran
dan intelek adalah lebih penting daripada kecerdasan. Seorang manusia
yang memiliki kemurnian intelek akan bebas dari rasa sakit, temperamen
yang tidak baik, perasaan yang buruk, dan keinginan yang tidak dapat
diduga. Para Rsi Hindu berpendapat bahwa kecerdasan sangat dianjurkan
untuk pengajaran pada kitab agar melakukan perbuatan yang baik dan
pikiran yang mulia serta meditasi yang teratur.
Dhrti (ketetapan dan persistence):
Seseorang harus tetap dalam hal pendirian untuk dapat menemukan
kebenaran. Pikiran yang selalu terus beriak tidak akan dapat menemukan
kebenaran. Hidup yang benar sangat dimungkinkan hanya dengan komitmen
seseorang untuk menjalankan kehidupannya.
Ksama (pengampunan atau kesabaran):
Pengampunan adalah kebaikan yang utama dari moral dan etika hidup.
Pengampunan dapat mempertahankan kesucian pikiran bahkan situasi yang
provokatif dalam kehidupan seseorang.
Satya (kebenaran)
: Satya tidak berarti semata-mata berkata yang benar, perkataan dan
perbuatan, dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Untuk menjalankan
kehidupan yang bermoral dan hidup yang beretika, maka seseorang harus
melakukan kebenaran. Konsep dari moralitas dapat berubah setiap waktu,
namun kebenaran tidak akan pernah berubah. Tidak ada seorangpun yang
dapat menyembunyikan kebenaran secara terus menerus.
Sauca (kemurnian tubuh dan pikiran):
Kemurnian itu terbagi dalam dua jenis yaitu fisik dan mental. Kemurnian
fisik berarti menjaga tubuh seseorang bersih dari luar maupun dalam.
Kebersihan diri dari dalam dapat diperoleh dengan menjalankan hukum
kesehatan yang baik dan memakan makanan yang "sattvika"
(makanan yang menyehatkan, kekuatan metal, kekuatan, panjang umur, dan
yang bergizi serta mengandung nutrisi). Kebersihan luar artinya
mengenakan pakaian yang bersih dan menjaga kebersihan tubuh. Kemurnian
mental berarti bebas dari pemikiran yang negatif dari nafsu, ketamakan,
kemarahan, kebencian, rasa bangga, kecemburuan, dan lain-lain.
Vidya (pengetahuan): Kitab Hindu menyatakan bahwa pengetahuan itu ada dua jenis yaitu pengetahuan yang lebih rendah (apara-vidya) dan pengetahuan yang lebih tinggi (para-vidya).
Pengetahuan yang lebih rendah artinya pengetahuan yang bersifat
keduniawian dalam bidang ilmu dan pengetahuan yang sangat diperlukan
untuk kehidupan di dunia. Sedangkan pengetahuan yang lebih tinggi adalah
pengetahuan spiritual yang mengajarkan cara untuk dapat mengatasi
kesengsaraan yang tidak diharapkan, menggapai tujuan yang bukan
halangan, serta mencapai kekuatan mental dan spiritual untuk dapat
mengatasi perjuangan hidup.
Pengetahuan spiritual dapat diperoleh
melalui belajar kitab yang berhubungan dengan orang suci, dan dengan
melakukan perbuatan yang tidak mementingkan diri (niskama).
Pengetahuan spiritual juga dapat membantu seseorang untuk menjalankan
kehidupan yang berarti, yang menguntungkan secara sosial. Tujuan
pengetahuan spiritual ini adalah untuk mencapai penyatuan yang mutlak
dengan Tuhan.