Umat Hindu
memiliki beragam upakara yang digunakan untuk mengiringi upacaranya.
Keanekaragaman upakara tersebut merupakan salah satu ciri khas budaya
Hindu di Bali. Berbagai macam persembahan dihaturkan kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa sebagai wujud rasa bhakti dan rasa syukur umat
kehadan-Nya. Umat Hindu memiliki upakara untuk Upacara Bhuta Yadnya.
Yaitu upakara yang dihaturkan kehadapan Para Bhuta Kala, tujuannya
adalah untuk menetralisir kekuatan negative menjadi kekuatan positif
yang ada di alam semesta ini.
Upakara ini yang disebut segehan.
Kata segehan, berasal kata "Sega"
berarti nasi (bahasa Jawa: sego). Oleh sebab itu, banten segehan ini
isinya didominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya, lengkap beserta
lauk pauknya. Bentuk nasinya ada berbentuk nasi cacahan (nasi tanpa
diapa-apakan), kepelan (nasi dikepal), tumpeng (nasi dibentuk kerucut)
kecil-kecil atau dananan. Wujud banten segehan berupa alas taledan (daun pisang atau janur), diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti “bawang merah, jahe, garam” dan lain-lainnya. Dipergunakan juga api takep
(dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga
membentuk tanda + atau swastika), bukan api dupa, disertai beras dan
tatabuhan air, tuak, arak serta berem.
Segehan artinya "Suguh"
(menyuguhkan), dalam hal ini adalah kepada Bhuta Kala, yang tak lain
adalah akumulasi dari limbah/kotoran yang dihasilkan oleh pikiran,
perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Dengan
segehan inilah diharapkan dapat menetralisir dan menghilangkan pengaruh
negatif dari limbah tersebut. Segehan adalah lambang harmonisnya
hubungan manusia dengan semua ciptaan Tuhan (palemahan).
Bhuta Kala
dari kaca spiritual tercipta dari akumulasi limbah pikiran, perkataan
dan perbuatan manusia, yang dipelihara oleh kosmologi semesta ini. Jadi
segehan yang dihaturkan di rumah bertujuan untuk mengharoniskan kembali
kondisi rumah terutama dari sisi niskalanya, yang selama ini
terkontaminasi oleh limbah yang kita buat. Jadi Caru yang paling baik
adalah bagaimana kita dapat menjadikan rumah bukan hanya sebagai tempat
untuk tidur dan beristirahat, tapi harus dapat dimaknai bahwa rumah tak
ubahnya seperti badan kita ini.
Segehan dihaturkan kepada aspek Sakti
(kekuatan) yaitu Dhurga lengkap dengan pasukannya termasuk Bhuta Kala
itu sendiri. Segehan dan Caru banyak disinggung dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih. Kalau dalam Susastra Smerti
(Manavadharmasastra) ada disebutkan bahwa setiap kepala keluarga
hendaknya melaksanakan upacara Bali (suguhan makanan kepada alam) dan
menghaturkan persembahan di tempat-tempat terjadinya pembunuhan, seperti
pada ulekan, pada sapu, pada kompor, pada asahan pisau, pada talenan.
Segehan
ini adalah persembahan sehari-hari yang dihaturkan kepada Kala Buchara /
Buchari (Bhuta Kala) supaya tidak mengganggu. Penyajiannya diletakkan
di bawah / sudut-sudut natar Merajan / Pura atau di halaman rumah dan di
gerbang masuk bahkan ke perempatan jalan.
Macam - macam segehan:
Segehan Kepel Putih
- Alas dari daun / taledan kecil yang berisi tangkih di salah satu ujungnya. taledan = segi 4, melambangkan 4 arah mata angin.
- Nasi putih 2 kepal, yang melambangkan rwa bhineda
- Jahe, secara imiah memiliki sifat panas. Semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh emosional.
- Bawang, memiliki sifat dingin. Manusia harus menggunakan kepala yang dingin dalam berbuat tapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)
- Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk menetralisir berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing ngaletehin).
- Di atasnya disusun canang genten.
- Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol, dimana alkhohol secara ilmiah sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai kuman/bakteri yang merugikan. Oleh kedokteran dipakai untuk mensteril alat-alat kedokteran. Metabuh pada saat masegeh adalah agar semua bakteri, Virus, kuman yang merugikan yang ada di sekitar tempat itu menjadi hilang/mati.
Segehan Kepel Putih Kuning
Sama seperti segehan kepel putih, hanya saja salah satu nasinya diganti menjadi warna kuning.
Segehan Kepel Warna Lima (Manca Warna)
Sama seperti segehan kepel putih, hanya saja warna nasinya menjadi 5, yaitu putih, merah, kuning, hitam dan brumbun.
Segehan Cacahan
Segehan
ini sudah lebih sempurna karena nasinya sudah dibagi menjadi lima atau
delapan tempat. sebagai alas digunakan taledan yang berisikan tujuh atau
Sembilan buah tangkih.
kalau menggunakan 7 (tujuh) tangkih;
- 5 tangkih untuk tempat nasi yang posisinya di timur, selatan, barat, uatara dan tengah.
- 1 tangkih untuk tempat untuk lauk pauknya yaitu bawang, jahe dan garam.
- 1 tangkih lagi untuk tempat base tampel, dan beras.
- kemudian diatas disusun dengan canang genten.
Kalau menggunakan 11 (sebelas) tangkih:
- 9 tangkih untuk tempat nasi yang posisinya di mengikuti arah mata angin.
- 1 tangkih untuk tempat untuk lauk pauknya yaitu bawang, jahe dan garam.
- 1 tangkih lagi untuk tempat base tampel, dan beras.
- kemudian diatas disusun dengan canang genten.
Keempat
jenis segehan diatas dapat dipergunakan setiap kajeng klion atau pada
saat upacara–upacara kecil, artinya dibebaskan penggunaanya sesuai
dengan kemampuan.
Segehan Agung
Merupakan
tingkat segehan terakhir. Segehan ini biasanya dipergunakan pada saat
upacara piodalan, penyineban Bhatara, budal dari pemelastian, serta
menyertai upacara Bhuta Yadnya yang lebih besar lainnya. Adapun isi dari
segehan agung ini adalah; alasnya ngiru/ngiu, ditengahnya ditempatkan
daksina penggolan (kelapanya dikupas tapi belum dihaluskan dan masih
berserabut), segehan sebanyak 11 tanding, mengelilingi daksina dengan
posisi canangnya menghadap keluar, tetabuhan (tuak, arak, berem dan
air), anak ayam yang masih kecil, sebelum bulu kencung ( ekornya belum
tumbuh bulu yang panjang) serta api takep (api yang dibuat dengan
serabut kelapa yang dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk tanda +
atau tampak dara).
Adapun maksud simbolik banten ini adalah :
- alasnya ngiru/ngiu, merupakan kesemestan alam
- daksina, simbol kekuatan Tuhan
- segehan sebanyak 11 tanding, merupakan jumlah dari pengider-ider (9 arah mata angindan arah atas bawah) serta merupakan jumlah lubang dalam tubuh manusia diantaranya; 2 lubang mata, 2 lubang telinga, 2 lubang hidung, 1 lubang mulut, 1 lubang dubur, 2 lubang kelamin serta 1 lubang cakra (pusar).
- Zat cair yaitu arak (putih/Iswara), darah (merah/Brahma), tuak (kuning/Mahadewa), berem (hitam/Wisnu) dan air (netral/siwa).
- anak ayam, merupakan symbol loba, keangkuhan, serta semua sifat yang menyerupai ayam
- api takep, api simbol dewa agni yang menghancurkan efek negatif, dan bentuk + (tampak dara) maksudnya untuk menetralisir segala pengaruh negatif.
Adapun
tata cara saat menghaturkan segehan adalah pertama menghaturkan
segehannya dulu yang berdampingan dengan api takep, kemudian buah
kelapanya dipecah menjadi lima, diletakkan mengikuti arah mata angin,
kemudian anak ayam diputuskan lehernya sehingga darahnya menciprat
keluar dan dioleskan pada kelapa yang telah dipecahkan tadi, telor
kemudian dipecahkan, di”ayabin” kemudian ditutup dengan tetabuhan.