HINDU SOPOYONO: Korupsi Menurut Hindu
OM SVASTI ASTU - SELAMAT DATANG DI SOPOYONO BLOGSPOT
“Aku hendak membagikan apa yang kudengar – itupun jika kau mengizinkan!”

Senin

Korupsi Menurut Hindu

Di negeri ini instansi mana yang bebas dari kasus korupsi ?hampir tidak ada, korupsi di Indonesia seperti penyakit kronis yang sulit untuk disembuhkan dan perlu diingat bahwa korupsi tidak ada hubunganya dengan agama apapun. Korupsi adalah penyakit mental individu koruptor itu sendiri.

Korupsi atau corruptela(yunani) berarti mencuri atau mengambil milik orang lain tanpa ijin pemiliknya. Corruptio (latin) berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikan, menyogok. Di ranah pelayanan publik (tata pemerintahan modern) korupsi berarti tindakan pejabat publik baik politisi, pegawai negeri, yang menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepadanya. Lebih dari itu korupsi telah menjamah tataran filsafat, teologi dan moralitas yang berhubungan dengan impuritas moral atau deviasi ideal
. Artinya tindakan korupsi meninggalkan setitik noktah yang menggores kemurnian jiwa yang menyebabkan ketidakseimbangan (imperfection) dalam diri manusia.

Bagaimana pandangan Hindu tentang korupsi? Penyebab noktah hitam moral itu dalam Hindu dikenal dengan Panca Ma, Panca Ma terdiri dari :
  1. Madat(narkoba)
  2. Mamunyah(mabuk-mabukan)
  3. Madon(memitra: berzina)
  4. Mamotoh(berjudi)
  5. Mamaling(mencuri/korupsi)
Kelimanya harus dihindari. Mamaling sebagai corruptela pada dasarnya berarti mencuri adalah dosa yang harus dihindari. Sejarah korupsi menunjukkan bahwa sanksi keras bagi koruptor sudah diberlakukan sejak Ratu Shima memerintah Kalingga (Pra Majapahit) di Jawa Tengah 632 masehi. Rahib Cina I-Tsing mewartakan dalam berita Cina bahwa Jawa Tengah terdapat kerajaan Ho-Ling yang diperintah oleh seorang Ratu Shima, yang mendidik rakyatnya agar selalu jujur dan menindak keras kejahatan pencurian. Hukuman potong tangan bagi siapa saja yang mencuri. Suatu ketika seorang raja dari seberang mengujinya dengan meletakkan sekantung uang emas di pesimpangan jalan dekat pasar. Tak seorangpun rakyak Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil kantung itu. Namun 3 tahun berselang kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Apa yang terjadi? Demi menjunjung hukum Ratu Shima menjatuhkan hukuman mati pada putranya. Namun dewan menteri memohon agar Ratu Shima mengampuni kesalahan putranya, dengan memotong kaki sang pangeran.

Di Bali budaya anti korupsi dibangun sejak dulu, seperti di Batur ada upacara Matiti Suara yang merefleksikan prinsip transparansi, akuntabilitas dan kontrol terhadap aturan main pelaksanaan sistem upacara. Istilah maling matimpuh (pencuri duduk santai bersimpuh) adalah sebutan bagi mereka yang mencuri uang negara dengan cara sangat mudah. Istilah lain di Bali tentang korupsi yaitu “Pajeng tataring, ane ngijeng ane mamaling” yang mengandaikan betapa mudahnya aparat yang seharusnya menjaga aset negara atau kekayaan masyarakat malah melakukan pencurian(korupsi). Dengan demikian, kearifan budaya Bali telah mengindentifikasi betapa mudahnya aparat negara melakukan tindakan korupsi. Maka korupsi harus diwaspadai, bahkan lembaga pemberantasa korupsi, memandang korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa(extra ordinary crime).

sumber: paduarsana