HINDU SOPOYONO: Konsep Ketuhanan Hindu
OM SVASTI ASTU - SELAMAT DATANG DI SOPOYONO BLOGSPOT
“Aku hendak membagikan apa yang kudengar – itupun jika kau mengizinkan!”

Sabtu

Konsep Ketuhanan Hindu

Banyaknya perdebatan tentang konsep ketuhanan menurut Hindu tidak habis habisnya karena pikiran manusia terbatas sedangkan Tuhan tidak terbatas. Baik antar umat Hindu sendiri maupun oleh umat non Hindu. Bahkan sampai ada yang mengatakan Hindu itu bukan agama, animisme bahkan dikatakan agama bumi.

Untuk itu saya sadur sebuah artike yang mengulas tentang konsep ketuhanan Hindu yang cukup jelas dan juga mungkin membingungkan berikut artikelnya :

Konsep Ketuhanan Agama Hindu
By. M. Anwar Firdausy

Om Swastyastu
Sesungguhnya agama Hindu adalah agama tertua di dunia, hal itu bisa dibuktikan dalam usia penelitian kitab-kitab Weda yang dilontarkan oleh para ahli bahwa agama yang berasal dari benua India ini tumbuh dan berkembang pada sekitar 6000 tahun sebelum masehi.

Bahkan dalam ekspedisi penggalian di Mesir telah ditemukan sebuah inskripsi yang diketahui berangka tahun 1200 SM. Isinya adalah perjanjian antara Ramses II dengan Hitites. Dalam perjanjian tersebut juga ada istilah Maitra Waruna yaitu sebagai gelar manisfestasi Sang Hyang Widhi Wasa yang menurut agama Hindu disebut-sebut dalam Weda disebut saksi.


Sedangkan perkembangannya di Indonesia diperkirakan masuk pada awal tahun Masehi yang dibawa oleh para musafir dari India seperti Maha Resi Agastya yang dalam istilah Jawanya terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana serta para musafir dari Tiongkok yakni Musafir Budha Pahyien.

Menurut I Wayan Suja proses Agama Hindu cepat berkembang di negeri ini karena adanya persamaan unsur-unsur antara agama Hindu dan dengan kepercayaan asli, seperti 1) agama Hindu memuja Brahman dan para dewa, sedangkan kepercayaan nenek moyang kita memuja roh leluhur. 2) tempat pemujaan agama Hindu berupa lingga, candi, dan arca, sedangkan tempat pemujaan nenek moyang berupa menhir, punden berundak, tahta batu, dan patung. 3) upacara agama Hindu dipimpin oleh kaum Brahmana, sedangkan upacara nenek moyang dipimpin oleh dukun (I Wayan, Bali Post, 1997: 85). Adapun pembuktian secara fisik sangat signifikan dengan adanya peninggalan prasasti dan bangunan suci (seperti candi-candi yang tersebar di Indonesia).

Keesaan Tuhan serta WujudNya
Tidaklah mudah untuk memberikan penjelasan tentang Tuhan karena keterbatasan akal manusia, hal itu menunjukkan begitu kecilnya manusia dihadapanNya. Meski begitu manusia tetaplah membaktikan dirinya dihadapanNya sebagamana tertuang dalam sabda suci Rg veda X.129.6 yaitu:
Sesungguhnya siapakah yang mengenalaNya. Siapa pula yang dapat mengatakan kapan penciptaan itu. Dana kapan pula diciptakan alam semesta ini, diciptakan dewa-dewa. Siapakah yang mengetahui kapan kejadian itu?
 
Sabda suci yang serupa juga terungkap dalam Bhagavadgita X.2 yang artinya:
Baik para dewa maupun resi agung tidak mengenal asal mulaKu. Sebab dalam segala hal, Aku adalah sumber para dewa dan resi agung (Wayan dalam Aminah .Eds, 2005: 93-94).

Theologi dalam terminologi agama Hindu disebut Brahma Vidya yaitu pengetahuan tentang Brahma (Tuhan). Kesadaran para resi dan tokoh agama Hindu akan keterbatasan bahasa definisi Tuhan, menimbulkan adagium atau term yang menyatakan bahwa Tuhan itu Neti, Neti, Neti (bukan ini, bukan ini, bukan ini). Karena dalam Brahmasutra dinyatakan bahwa Tuhan itu, Tad avyaktam, aha hi (sesungguhnya Tuhan tidak terkatakan) (Wayan dalam Aminah .Eds, 2005: 96).

Dalam keyakinan agama Hindu, Brahman atau Tuhan hanyalah satu, esa, tidak ada duanya, namun karena kebesaran dan kemuliaanNya, para resi dan orang-orang yang bijak menyebutnya dengan beragam nama.
Kitab Veda juga membicarakan wujud Brahman. Di dalamnya menjelaskan bahwa Brahman sebenarnya adalah energi, cahaya, sinar yang sangat cemerlang dan sulit sekali diketahui wujudnya. Dengan kata lain Abstrak, Kekal, Abadi, atau dalam terminologi Hindu disebut Nirguna atau Nirkara Brahman (Impersonal God) artinya Tuhan tidak berpribadi dan Transenden.

Meski Brahman tidak terjangkau pemikiran manusia atau tidak berwujud, namun jikalau Brahman menghendaki dirinya terlihat dan terwujud, hal itu sangat mudah dilakukan. Brahman yang berwujud disebut Saguna atau Sakara Brahman (personal God), Tuhan yang berpribadi atau immanent.

Kedua konsep Tuhan yang impersonal dan personal tersebut di atas dapatlah ditemukan dalam mantra Bhagavadgita IV.6,7,8 dan Bhagavadgita XII,1 dan 3 dengan sebutan sebagai berikut.
1. Paranaamam; Tuhan Maha Tinggi dan Abstrak, Kekal Abadi tidak berpribadi impersonal, nirkara (tak berwujud), nirguna (tanpa sifat guna) dan Brahman.
Tuhan atau Brahman dalam bentuk yang abstrak tersebut di Bali disebut Sang Hyang Suung, Sang Hyang Embang, Sang Hyang Sunya. Karena tidak berbentuk, sulit dibayangkan dan dipikirkan (acintya, Bali).
2. Vyuhanaama; Tuhan berbaring pada ular di lautan susu. Gambaran Tuhan seperti ini hanya bisa dilihat oleh para dewa. Di Bali penjelasan seperti itu disebut Hana Tan Hana (Ada tidak Ada), artinya Tuhan itu diyakini ada, namun tidak bisa dilihat.
3. Vibhawanaama; Tuhan dalam bentuk ini disebut Avatara (turun menyebrang). Tuhan. Ia juga biasa disebut Saguna atau Sakara Brahman (personal god). Visualisasinyapun dapat:
    1. Tumbuhan/binatang (Unanthropomorphes): tumbuhan Soma, Ikan, Kura-kura, Babi Hutan, Garuda.
    2. Setengah Manusia-binatang (semi-antropomorphes): Hayagrva yaitu manusia berkepala kuda , Natrasimha yaitu manusia berkepala singa.
    3. Bentuk manusia dengan segala kelebihannya (anthro-pomorphes) seperti Vamana, Sri Raama, Kresna, Bhagawan Sri Sathya Narayana.
4. Antaraatmanama; Tuhan meresapi segalanya dalam bentuk atma atau zat ketuhanan. Segalanya adalah Brahman (monisme).
5. Archananaama; Tuhan yang terwujudkan dalam bentuk archa atau pertima (replika mini) seperti patung dalam berbagai bahan dan wujud.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa ketuhanan dalam agama Hindu adalah perpaduan dari monoteisme transenden, monoteisme imanen, dan monisme yang disebut pantheisme. Sekali lagi, ditegaskan dalam agama Hindu apapun wujud dan rupanya Tuhan diyakinain hanya satu (esa). Keesaan Tuhan atau Brahma itu dibuktikan dalam berbagai mantra-mantra (ayat-ayat) dalam Veda seperti pada Rg. Veda I.64.46 yang berbunyi:

Mereka menyebutnya dengan Indra, Mitra, Varuna, dan Agni
Beliau yang bersayap keemasan Garutman
Beliau Esa orang bijaksana menyebutNya banyak
Nama: Indra, Yama, Marisvan
 
Mantra di atas juga sama disebutkan dalam Bhagavadgita XI.39 dan juga dalam Savastava. 3 yang menyebutkan bahwa Tuhan itu disebut dengan berbagai nama, walaupun sesungguhnya Brahman itu Esa.
Brahman menurut Veda juga tidak berjenis kelamin dan berusia. Dengan kata lain jenis kelamin dan usia segalanya ada pada diri Tuhan (Artharvaveda.X.8.27: Rgveda VIII.58.2). Hal tersebut logis menurut Vedanta, karena Tuhan adalah segalanya dalam kaitannya konsep monisme. Dengan begitu Tuhan menurut Veda adalah seorang Anak, seorang Ibu, Bapa, Nenek, Datuk, Kekasih dan sekaligus adalah gabungan itu semua, atau bukan semua hal seperti.

Kedudukan Tuhan dan Sifat Tuhan
Dalam Veda diungkapkan bahwa Tuhan ada di mana-mana, Maha Ada. Tuhan ada dalam dekat hati, dalam diri kita, sehingga muncul istilah mahavakya: Aham Brama Asmi: Aku adalah Tuhan. Tuhan juga ada pada diri anda, atau dalam mahavakya: Tat Tvam Asi (itu kamu adalah Tuhan. Dalam Rgveda, X.82-3: Yajur dan Atharvaved, II,1.3) disebutkan (Mavinkurve, 1998: 70):
Bapak kami, pencipta kami, penguasa kami,
Yang mengetahui semua tempat, segala yang ada
Dialah satu-satunya, memakai nama dewa yang berbeda-beda,
Dialah yang dicari oleh semua mahkluk dengan renungan

Di dalam Rgveda, X.186.2, dinyatakan selain sebagai Bapak, Penguasa, dan Pencipta, juga sebagai Kawan dan Saudara: 
Ya Tuhan, Engkau Bapa Kami, Saudara kami, dan Kawan kami. 

Adapun sifat Tuhan dalam Veda dan sastra-sastra Hinduistis sangatlah banyak sekali, namun disini disebutkan diantaranya adalah:
Anima (maha halus), Lghina (maha ringan), Mahima (maha ajaib dan besar), Prapti (maha cepat mencapai tujuan), Nirguna (tanpa sifat guna), Nirkara (tak berwujud), Nirvisesa (tanpa ciri), Akarta (tak terwakili), Achintya (tak terpikirkan), Nirupadhi (tak terbatas), Niskalo (tak terbagi), Nirjano (tak terlahirkan).

Dewa
Sesungguhnya kata Deva berasal dari kata div, yang berarti sinar yang memiliki sepuluh makna leksikal yaitu: bermain, menaklukkan, aktivitas, kemuliaan, penghormatan, menyenangkan, kerinduan, tidur, keindahauhan dan, dan kemajuan.
 
Namun hakekatnya dewa-dewa itu sebenarnya adalah manisfestasi sinarnya Tuhan dalam fungsi tertentu. Matahari bersinar karena dijiwai, diberi spirit oleh Tuhan.

Dewa-dewa itu adalah nama Tuhan dalam berbagai multi fungsi dan dimensi kebesaran dan kemuliaanNya .
Kekuasaan dan fungsi Tuhan yang sedemikian tinggi dan luas dan dalam, maka Tuhan memanifestasikan diri (bersinar) dalam wujud dewa-dewa. Bisa dikatakan dewa-dewa itu adalah ciptaan Tuhan meski seakan-akan terpisah dari Tuhan, padahal sesungguhnya dewa-dewa itu bagian integral dari kebesaran dan kecermelangan sinar Tuhan sebagaimana terukngkap dalan Rgveda (Pudja, 1995: 58):

Tuhan Yang Maha Esa, Engkau adalah guru agung, penuh kebijaksanaan, menganugerahkan karunia kepada mereka yang bersinar cemerlang, semoga para pencari pengetahuan spiritual, mengetahui rahasia 33 dewa.
 
Selanjutnya ke 33 dewa tersebut dibedakan menurut tempat dan tugasnya masing-masing seperti tertuang dalam Rgveda.I. 139.11 yang berbunyi:

Wahai para dewa (33 dewa): 11 di sorga, 11 di bumi, 11 berada di langit, semoga engkau bersuka cita dengan persembahan suci ini.

Dalam Satapatha Brahmana, XIV.5) disebutkan:
Sesungguhnya Ia mengatakan: adalah kekuatan yang agung dan dasyat sebanyak 33 dewa. Siapakah dewata itu? Mereka adalah delapan wasu, 11 Rudra, 12 aditya. Jumlah seluruhnya 31, (kemudian ditambah) Indra dan Prajaapati, seluruhnya menjadi 33 dewata.

Delapan Vasu tersebut adalah:
1. Anala: (agni; dewa api)
2. Dhavaa (dewa bumi)
3. Anila atau Vayu (dewa angin)
4. Prabhasa atau dyaus (dewa langit)
5. Pratyusa atau surya (dewa matahari)
6. Aha atau savitr (dewa antariksa)
7. Candraa atau somma (dewa bulan)
8. Druva atau Druha (dewa konstelasi planet)

Adapun kesebelas dewa lainnya, Rudra (ekadasarudra) diyakini sebagai dewa Siwa dalam bentuk murti atau marah (kodra) yang menguasai 11 penjuru dialam raya. Meski jumlah dewa itu banyak namun tugas utama tetap dipengang oleh trimurti yang sebelumnya mengalami perubahan istilah yaitu:

1. Dewa Agni diganti dan disamakan dengan dewa Brahma yang berfungsi sebagai pencipta.
2. Dewa Indra dan Bayu diganti dan disamakan dengan Dewa Wisnu. Di dalam Veda, Wisnu adalah nama lain dari dewa Surya. Wisnu sebagai dewa pemelihara.
3. Dewa surya diganti dan disamakan dengan dewa siwa, berfungsi sebagai dewa pelebur, melebur kembali segala sesuatu yang tidak berfungsional lagi.
 
Daftar Pustaka
I Wayan Nur Kancana. 1997. Menguak Tabir Perkembangan Hindu. Denpasar: Bali Post.
Wiwin Siti Aminan (Eds), 2005. Sejarah,Teologi, dan Etika Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mavinkurve at all. 1998. Ilmu Pengetahuan dan Spriritual. Terjemahan I Wayan Maswinara. Surabaya: Penerbit Paramita.
Pudja, G. 1995. Sama Veda Samhita: Teks dan Terjemahan. Jakarta: Hanuman Sakti