HINDU SOPOYONO: Siapakah Pembawa Ajaran Hindu Ke Dunia?
OM SVASTI ASTU - SELAMAT DATANG DI SOPOYONO BLOGSPOT
“Aku hendak membagikan apa yang kudengar – itupun jika kau mengizinkan!”

Minggu

Siapakah Pembawa Ajaran Hindu Ke Dunia?

Siapakah Pembawa Ajaran Hindu Ke Dunia?
Om Swastiastu ...
Oleh : Sri Jahnava Nitai Das

Sejauh kita perhatikan dalam sejarah, Hindu Dharma tidak memiliki satu pendiri seperti agama-agama lain. Pustaka-pustaka suci kuno India (Veda) menyatakan bahwa dharma ini sesungguhnya didirikan atau berasal langsung dari Tuhan Sendiri (dharman tu saksadbhagavad pranitam). Dari sudut pandang kitab suci, ‘agama’ atau dharma ini termanifestasi bersamaan dengan setiap kali penciptaan oleh kehendak Tuhan. Setelah penciptaan siklik dari alam semesta yang menjadi tempat kita hidup saat ini, Tuhan Tertinggi yang disebut sebagai Narayana dalam Veda, mengajarkan dharma kepada Brahma, insan pertama di alam semesta. Brahma kemudian mengajarkannya kembali kepada putra-putranya, salah satunya adalah Narada, yang kemudian menyampaikannya lagi kepada Vyasa Mahamuni. Dengan cara inilah dharma yang purba ini diturunkan melalui sebuah rangkaian garis perguruan yang bermula langsung dari Tuhan melalui jutaan tahun yang tak terhitung lamanya.

Dengan demikian agama yang bersumber dari Veda ini dikenal sebagai sanatana-dharma, atau agama yang kekal, karena ia melampaui segala konsep ruang dan waktu buatan manusia. Kita tidak boleh bingung antara sanatana dharma dengan keyakinan agama lain yang bersifat sektarian, karena sanatana dharma ini sungguh-sungguh merupakan fungsi yang asli dari sangjivatma, sebagaimana sifat cair tidaklah dapat dipisahkan dari air.Nama atau kata modern Hinduisme atau agama Hindu, merupakan istilah yang baru sajadikembangkan pemakaiannya kira-kira 700 tahun yang lalu oleh penjajah Muslim di India. Adasebuah sungai yang disebut Shindu, yang salah disebut oleh para penjajah ini sebagai Hindu.Semua orang yang tinggal di seberang sungai itu, tak peduli apapun keyakinannya, disebut oleh mereka orang-orang Hindu. Ajaran-ajaran suci dan nilai-nilai yang dianut oleh orang-orang ‘Hindu’ ini secara mudah juga mereka sebut agama Hindu, untuk membedakannya dari keyakinan yang mereka anut. Sehingga tentu saja salah apabila kita menyimpulkan bahwa ada kemungkinan kita dapat melacak sejarah awal agama kuno India berdasarkan penggunaan kata ini dalam sejarah. Kita harus mengetahui bahwa dalam kitab-kitab suci ‘Hindu’ yang purba ini tak dapat ditemukan satu kata Hindu pun. Namun kita menemukan kata sanatana-dharma(dharma yang kekal), vaidika-dharma (dharma dari Veda), bhagavata-dharma (dharma yang berasal dari Tuhan), dan sebagainya. Dharma ini senantiasa segar dan abadi. Artinya dia tidak pernah ketinggalan jaman dan ada untuk selamanya. Dijelaskan dalam sastra suci Veda bahwa kapanpun dharma ini melemahatau bahkan lenyap, maka Tuhan Sendiri akan turun membangunnya kembali. Salah satuny adalah ketika Beliau turun sebagai Sri Krishna 5000 tahun yang lalu. Beliau menegakkan kembali dharma dengan memusnahkan berbagai kekuatan jahat dan menyabdakan kembali Bhagavad-gita di tengah medan perang Kuruksetra. “Yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata abhyutthanam adharmasya tadatmanam srijamy aham,” Kapanpun prinsip-prinsip dharma mengalami kemunduran dan adharma merajalela, pada saat itu Aku (Tuhan) sendiri turun untuk menegakkannya kembali” (Bhagavad Gita 4.7). Dalam sejarah Veda, ada tak terhitung banyaknya orang-orang suci yang datang dan menyebarluaskan ajaran-ajaran rohani yang terkandung dalam Pustaka Suci Veda, tetapi tak satupun dapat disebut sebagai pendiri agama. Masing-masing adalah murid (sishya) dari seorang guru dan masing-masing juga menyampaikan pengetahuan yang sama sebagaimana diajarkan oleh gurunya terdahulu. Inilah sistem Veda, tidak ada pendiri, karena setiap orang pertama-tama dan utamanya adalah seorang murid. Dharma tidak bisa dibuat manusia, diawali oleh manusia, atau bahkan oleh makhluk-makhluk lain yang lebih dari manusia. Dharma dijelaskan sebagai ajaran dan petunjuk langsung dari Tuhan, “dharman tu saksad bhagavad pranitam.” Dharma ini tidak bermula dari makhluk fana apapun (apauruseya).

Bagaimana kita bisa yakin bahwa ajaran Hindu yang bersumber pada Veda inisungguh-sungguh berasal dari Tuhan? Mudah saja, pertama tidak ada yang bisa membuktikan kapan Veda bermula. Veda sanatana, kekal abadi, anadi dan ananta, tiada awal dan akhirnya,karena Veda merupakan sabda-brahma yang memancar (nigama) langsung dari Tuhan YangMaha Esa, yang juga adalah sanatana, anadi, dan ananta. Kedua, Veda merupakanapauruseya, tidak berasal dari makhluk fana. Tidak satu agamapun yang bisa mengatakanajaran atau kitab sucinya apauruseya, semua agama lain terbukti memiliki nabi yang mengawaliberdirinya agama itu. Ketiga, hanya dalam Veda Tuhan Sendiri berjanji untuk menjaga dharma ini secara langsung. Beliau Sendiri bersedia menyisihkan keagungan-Nya (paratva) untuk turunke dunia menyelamatkan Veda-dharma. Beliau sungguh-sungguh menunjukkan betapa besarkasih sayang-Nya (vatsalyatva) bagi pengikut Veda. Untuk mereka Beliau menyediakan Diri-Nya untuk mudah didekati (saulabhya) dan dapat bekerja sama dengan mereka menjaga dharma (sausilya).
Dalam agama lain, ajaran seperti ini tidak ada. Secara logika (anumana) kita bisamenyimpulkan bahwa tuhan yang dipuja di sana bukanlah Tuhan Sejati, karena tuhan itu tidak mampu turun ke dunia. Apapun alasannya, apabila ada yang tidak bisa dilakukan oleh suatu Ada/Being (vastu), maka pastilah itu bukan Tuhan. Bagaimana mungkin ada tuhan yang tidak mampu melakukan sesuatu? Kemudian andaikata yang dipuja itu adalah Tuhan Sejati yang disebutkan juga dalam Veda, maka Tuhan menganggap selain Vedadharma tidak pantas atau tidak cukup layak mendapatkan perhatian yang besar. Buktinya Beliau tidak bersedia secara langsung turun ke dunia menjaga dharma non-vedik itu.
Hanya dari tiga kenyataan ini saja kita sudah mampu melihat bahwa Veda dharma ini memang sungguh-sungguh berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya lebih mudah membuktikankeabsahan Veda dibandingkan ajaran-ajaran agama bernabi. Siapa bisa menjamin kalau manusia-manusia yang disebut nabi, yang lahir tidak lebih dari beberapa ribu tahun yang lalu itu, memang benar menerima wahyu dari Tuhan? Mereka hanya membawa suatu ajaran yang berasal entah dari mana dan bersifat eksternal (external unknown source). Mereka memaksa suatu masyarakat berubah di bawah ancaman dan hukuman.  
Berbeda dengan para Maharishi. Para Maharishi menyatakan bahwa mereka hanyalah menyampaikan dharma yang kekal, dharma yang terkandung dalam diri sejati kita. Mereka hanyalah berusaha mengembalikan apa yang sesungguhnya memang milik kita, menyatu dengan jati diri kita yang asli. Para Maharishi tidak datang untuk sekedar menyuruh kita tunduk kepada Tuhan dan diri mereka sebagai utusan-Nya. Beliau-beliau ini hanya menyatakan diri sebagai orang yang lebih dahulu menginsafi Brahman Tertinggi, kemudian mengajak kita untuk turut mengalami sendiri potensi tak terbatas kita dalam berhubungan dengan Brahman. Ajarannya merupakan cara kita melatih diri menginsafi dharma sejati kita. Inilah yang menjadi dasar ajaran rohani yang kini disebut Hindu itu.  
Untuk tambahan silakan baca http://lingganarayana.blogspot.com/2009/08/pewahyuan-weda-dan-misteri-wahyu.html
Sambil mencoba mengisi content blog dan usaha untuk belajar untuk menjadi seorang narablogger(bahasa orang yang senang ngeblog versi dagdigdug.com) biar ke tingkat advance, dengan melakukan survey atau lebih tepatnya mengamalkan ilmu follow the competitor, sampailah ke satu situs yang membuat jari-jari ini berhenti ngeklik dan membaca dengan intense. Karena apa? di salah satu situs yang sangat luar biasa saya menemukan satu artikel yang menguatkan atau melengkapi postingan awal saya(Wedangga=Weda Sruti?...). Situs ini layak mendapat 4 jempol(sampai jempol kaki), saya rekomendasikan dan saya jadikan inspirasi/patokan/referensi dalam konteks pengkajian wedangga baik secara keilmuan weda maupun keilmuan ilmiah. Situs yang beralamat di http://ngarayana.web.ugm.ac.id/ ini dikelola oleh admin dengan nickname ngarayana, yang sangat lugas dan cerdas, mengulas keilmuan weda yang dikomparasikan dengan keilmuan ilmiah, sungguh ruarrrr biasa, salut!
Kembali ke judul post, pada postigan tanggal Rabu, 12 Agustus 2009, Ngarayana menulis postingan judul "Poster kronologi pewahyuan Veda", saat membacanya hati saya langsung berkata "nah ini dia yang saya cari", langsung saya minta ijin untuk mengutipnya, membaginya disini dan mencoba mekomparasinya dengan wahyu wedangga.

Pewahyuan Weda

Dalam artikel tersebut, dijelaskan bagaimana proses kitab suci Weda diturunkan (Sruti) kepada 7 Sapta Maha Rsi yang akhirnya disusun menjadi kitab (Smerti) oleh Bagawan Abiyasa/Vyasa. Bahkan sampai-sampai menyertakan posternya segala (speechless saya bro, 4 thumbs up).
Menurut Kitab Weda yang konon telah diturunkan 1,9 Milyar tahun yang lalu (buset) dengan cara lisan(Sruti), akhirnya pada tahun 3.138 sm dikodifikasi, dikumpulkan dan ditulis ulang oleh Maha Rsi Vyasa. 
Proses pewahyuan/penurunan weda ini dapat dilihat di kitab yajurveda 30.7:
Yajurveda 30.7
Tasmad Yajnat sarvahuta
Rcah samani jajnire
Chandami jajnire tasmad
Yajus tasmad ajayata
Artinya;
“Dari Tuhan Yang Maha Agung dan kepadanya umat manusia mempersembahkan berbagai yadnya dan daripadanya muncul Rgveda dan Sama veda. Daripadanya muncul yajurveda dan Samaveda“

Dalam proses pewahyuan Weda tersebut, ada beberapa cara yang dikenal, diantaranya adalah :
1. Svaranada, gema yang diterima oleh para Rsi yang kemudian menjadi sadba Tuhan yang kemudian disampaikan kepada murid-muridnya.
2. Upanisad, pikiran para Rsi dimasuki oleh sabda Brahman dan berfungsi sebagai penghubung dalam kondisi pendidikan “Param-para”
3. Darsana atau Darsanam, dimana para Rsi berhadapan secara rohani dalam suatu situasi gaib yang bersifat spiritual.
4. Avatara, yakni pewahyuan dengan menerima langsung dari perwujudan Tuhan yang menjelma langsung ke dunia, seperti Arjuna menerima ajaran Bhagavad Gita dari Sri Krsna dalam medan perang Kurusetra
Sebagaimana dijelaskan dalam Brahma Samhita, Catur Veda diterima pertama kali dari Tuhan Yang Maha Esa oleh mahluk hidup yang pertama, yaitu Dewa Brahma. Dewa Brahma menurunkan ajaran Veda kepada sapta rsi (7 Rsi) yaitu;
1. Rsi Grtsamada, yang banyak disebut dalam hubungannya dengan turunya wahyu-wahyu pada Rgveda Mandala 2.
2. Rsi Visvamitra, yang dikaitkan dengan seluruh Mandala 3 Rgveda.
3. Rsi Vamadeva, yang dikaitkan dengan Mandala 4 Rgveda
4. Rsi Atri, yang berhubungan dengan Mandala 5 Rgveda. Dalam keluarga Rsi Atri disebut bahwa terdapat 36 Rsi penerima wahyu.
5. Rsi Bharadvaja, yang banyak dikaitkan dengan turunnya Mandala 6 Rgveda, kecuali beberapa bagian yang berhubungan dengan nama Sahotra dan Sarahotra.
6. Rsi Vasistha, yang banyak berhubungan dengan Mandala 7 Rgveda. Dalam kisah Mahabrata, rsi ini juga sering disamakan dengan Rsi Visvamitra.
7. Rsi Kanva, yang merupakan nama pribadi dan nama keluarga yang banyak dikaitkan dengan mandala 8 Rgveda. Adapun mandala 9 dan 10 adalah kumpulan wahyu yang diterima oleh beberapa Rsi yang lain.

Penyampaian Veda kepada seluruh umat manusia berlangsung melalui sistem parampara dan sebagian besar hanya disampaikan secara lisan dari guru ke murid. Hal ini berlangsung selama jutaan tahun. Sampai akhirnya pada akhir jaman Dvaparayuga atau pada awal jaman Kaliyuga, Maha Rsi Vyasa (Veda Vyasa) yang diyakini sebagai Avatara Tuhan melakukan kodifikasi, pengumpulan dan penulisan ulang Veda. Hal ini beliau lakukan karena beliau sadar bahwa pada jaman Kaliyuga ingatan manusia akan merosot tajam sehingga untuk membantu pengajaran Veda selanjutnya diperlukan teks-teks Veda yang ditulis dalam kulit kayu, batu dan sejenisnya (ngarayana,2009, Poster kronologi pewahyuan weda,( www.ngarayana.web.ugm.ac.id ).
Misteri Pewahyuan Wedangga
Nah wedangga atau diartikan "Weda Ana Ring Angga" adalah satu tingkatan spiritual dimana orang yang telah sampai di tingkat tersebut, akan bisa membahasakan bahasa roh dalam bentuk mantra atau bahasa, berkomunikasi dengan roh-roh suci, mempunyai kemampuan spiritual khusus dan dapat mendapat wahyu berupa pengetahuan spiritual.
Wedangga ini identik dengan kemampuan berbahasa (bahkan bisa berbicara arab, china, yahudi, latin/kristen dll, padahal orangnya gak pernah mempelajari bahasa tersebut) atau mengucapkan mantra-mantra tertentu sesuai maksud penggunaannya (sembahyang, pengobatan dan jaga diri) dan gerak-gerak (mudra) yang sangat kentara sebelum melakukan kegiatan terutama persembahyangan. Pewahyuan wedangga biasanya berlangsung dimana oarang tersebut masih dalam keadaan sadar ketika menyampaikan wahyu tersebut. Ini berbeda dengan praktek spiritual balian/mangku/jero dasaran (shamanic) yang umum di Bali. Kalau di Bali masih dipercaya satu orang dengan tingkatan tertentu yang dianggap mampu untuk menyampaikan pesan-pesan dari roh-roh. Biasanya menyampaikan pesan dari pitara/leluhur atau ida sesuhunan(roh yang menjadi sungsungannya dalam praktek spiritual) berupa pesan kehidupan, kesembuhan/sebab-sebab penyakit/malapetaka dan pengetahuan tentang kehidupan spiritual. Untuk Di Bali praktek-praktek pewahyuan dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
1. Kerauhan
dimana mediator tidak sadarkan diri (trance) dalam menyampaikan pesannya, bisa melaksanakan kegiatan yang diluar nalar seperti: mendadak bisa menari, menusuk dirinya, bertingkah seperti binatang tertentu, di suatu kondisi tertentu berbahasa yang diluar kemampuannya (jawa kuno dll). Jika dilihat dari kaca spiritual, tampaknya mediator tersebut dipinjam raganya oleh roh-roh dengan energi yang lebih besar sehingga kadang-kadang terlihat mediator menjadi lemas setelah proses kerauhan tersebut dan pesannya kadang-kadang gak jelas (kadang dalam keadaan menangis atau marah-marah gak karuan.
2. Jero Dasaran/Mangku Tapakan
Ini biasanya dilaksanakan oleh seseorang yang mendapat pengakuan sosial dari masyarakat atau bisa dikatakan telah menjadi profesi di tingkat spiritual. Orang tersebut hanya bisa mengarahkan roh-roh mana yang akan dimasukan (katanya) sesuai dengan keinginan klien dengan perantaraan sarana sesajen tertentu(beras, air,dll). Biasanya pesannya dapat didengar dengan jelas dan terkontrol, namun masih bersifat kerauhan dimana mediator tidak sadarkan diri atau menggunan sarana dupa sebagai pertanda waktu mediator untuk menyadarkan diri, ketika dupa telah habis dan menyentuh tangannya (ya iyalah panas bok).
3. Titah/sabda
Ini biasanya diterima dimana kesadaran mediator masih dikontrol, biasanya mediator dalam prosesi spiritual tertentu (sembahyang, meditasi, bertapa). hanya didengar oleh mediator sendiri tidak bisa dibahasakan secara langsung bersifat pribadi.
4. Tutur
Ini berbeda dengan kerauhan dimana mediator melakukannya secara sadar. Namun pada waktu bicara, apa yang dibicarakan bukan berasal dari kehendak mediator. Biasanya berisi ajaran-ajaran atau ilmu pengetahuan spiritual untuk berkehidupan. Bahasanya dapat dimengerti, biasanya menggunakan bahasa Bali atau bahkan bahasa indonesia.Tentu hal ini sangat sulit dan hanya dapat dilakukan di tingkat spiritual tertentu, dimana keikhlasan dan pikiran mediator telah dapat dikendalikan, sehingga tidak bercampur dengan tutur tersebut. Ini biasanya dapat ditemukan setiap mengadakan persembahyangan bersama di pesraman(Purnama Tilem atau Tirtayathra). Tentu yang mampu sebagai mediator "tutur" tingkat wedangga-nya telah mumpuni dan telah mengetahui mantra kunci-kunci tertentu, agar pesan yang datang tersebut betul-betul dari beliau bukan dari roh-roh lain.
Jika dikaitkan dengan pewahyuan weda di atas nampak jelas beberapa persamaan dalam konteks pewahyuan terutama dalam Svaranada (gema yang diterima oleh para Rsi yang kemudian menjadi sadba Tuhan yang kemudian disampaikan kepada murid-muridnya). Namun tetap kami ingatkan Weda bersifat universal sedangkan wedangga untuk diri sendiri. Tutur hanya salah satu dari banyaknya ajaran agama untuk menuntun kita dalam kehidupan. Semoga bermanfaat.

Om Shanti Shanti Shanti om...

Om Swastiastu ...
Oleh : Sri Jahnava Nitai Das

Sejauh kita perhatikan dalam sejarah, Hindu Dharma tidak memiliki satu pendiri seperti agama-agama lain. Pustaka-pustaka suci kuno India (Veda) menyatakan bahwa dharma ini sesungguhnya didirikan atau berasal langsung dari Tuhan Sendiri (dharman tu saksadbhagavad pranitam). Dari sudut pandang kitab suci, ‘agama’ atau dharma ini termanifestasi bersamaan dengan setiap kali penciptaan oleh kehendak Tuhan. Setelah penciptaan siklik dari alam semesta yang menjadi tempat kita hidup saat ini, Tuhan Tertinggi yang disebut sebagai Narayana dalam Veda, mengajarkan dharma kepada Brahma, insan pertama di alam semesta. Brahma kemudian mengajarkannya kembali kepada putra-putranya, salah satunya adalah Narada, yang kemudian menyampaikannya lagi kepada Vyasa Mahamuni. Dengan cara inilah dharma yang purba ini diturunkan melalui sebuah rangkaian garis perguruan yang bermula langsung dari Tuhan melalui jutaan tahun yang tak terhitung lamanya.

Dengan demikian agama yang bersumber dari Veda ini dikenal sebagai sanatana-dharma, atau agama yang kekal, karena ia melampaui segala konsep ruang dan waktu buatan manusia. Kita tidak boleh bingung antara sanatana dharma dengan keyakinan agama lain yang bersifat sektarian, karena sanatana dharma ini sungguh-sungguh merupakan fungsi yang asli dari sangjivatma, sebagaimana sifat cair tidaklah dapat dipisahkan dari air.Nama atau kata modern Hinduisme atau agama Hindu, merupakan istilah yang baru sajadikembangkan pemakaiannya kira-kira 700 tahun yang lalu oleh penjajah Muslim di India. Adasebuah sungai yang disebut Shindu, yang salah disebut oleh para penjajah ini sebagai Hindu.Semua orang yang tinggal di seberang sungai itu, tak peduli apapun keyakinannya, disebut oleh mereka orang-orang Hindu. Ajaran-ajaran suci dan nilai-nilai yang dianut oleh orang-orang ‘Hindu’ ini secara mudah juga mereka sebut agama Hindu, untuk membedakannya dari keyakinan yang mereka anut. Sehingga tentu saja salah apabila kita menyimpulkan bahwa ada kemungkinan kita dapat melacak sejarah awal agama kuno India berdasarkan penggunaan kata ini dalam sejarah. Kita harus mengetahui bahwa dalam kitab-kitab suci ‘Hindu’ yang purba ini tak dapat ditemukan satu kata Hindu pun. Namun kita menemukan kata sanatana-dharma(dharma yang kekal), vaidika-dharma (dharma dari Veda), bhagavata-dharma (dharma yang berasal dari Tuhan), dan sebagainya. Dharma ini senantiasa segar dan abadi. Artinya dia tidak pernah ketinggalan jaman dan ada untuk selamanya. Dijelaskan dalam sastra suci Veda bahwa kapanpun dharma ini melemahatau bahkan lenyap, maka Tuhan Sendiri akan turun membangunnya kembali. Salah satuny adalah ketika Beliau turun sebagai Sri Krishna 5000 tahun yang lalu. Beliau menegakkan kembali dharma dengan memusnahkan berbagai kekuatan jahat dan menyabdakan kembali Bhagavad-gita di tengah medan perang Kuruksetra. “Yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata abhyutthanam adharmasya tadatmanam srijamy aham,” Kapanpun prinsip-prinsip dharma mengalami kemunduran dan adharma merajalela, pada saat itu Aku (Tuhan) sendiri turun untuk menegakkannya kembali” (Bhagavad Gita 4.7). Dalam sejarah Veda, ada tak terhitung banyaknya orang-orang suci yang datang dan menyebarluaskan ajaran-ajaran rohani yang terkandung dalam Pustaka Suci Veda, tetapi tak satupun dapat disebut sebagai pendiri agama. Masing-masing adalah murid (sishya) dari seorang guru dan masing-masing juga menyampaikan pengetahuan yang sama sebagaimana diajarkan oleh gurunya terdahulu. Inilah sistem Veda, tidak ada pendiri, karena setiap orang pertama-tama dan utamanya adalah seorang murid. Dharma tidak bisa dibuat manusia, diawali oleh manusia, atau bahkan oleh makhluk-makhluk lain yang lebih dari manusia. Dharma dijelaskan sebagai ajaran dan petunjuk langsung dari Tuhan, “dharman tu saksad bhagavad pranitam.” Dharma ini tidak bermula dari makhluk fana apapun (apauruseya).

Bagaimana kita bisa yakin bahwa ajaran Hindu yang bersumber pada Veda inisungguh-sungguh berasal dari Tuhan? Mudah saja, pertama tidak ada yang bisa membuktikan kapan Veda bermula. Veda sanatana, kekal abadi, anadi dan ananta, tiada awal dan akhirnya,karena Veda merupakan sabda-brahma yang memancar (nigama) langsung dari Tuhan YangMaha Esa, yang juga adalah sanatana, anadi, dan ananta. Kedua, Veda merupakanapauruseya, tidak berasal dari makhluk fana. Tidak satu agamapun yang bisa mengatakanajaran atau kitab sucinya apauruseya, semua agama lain terbukti memiliki nabi yang mengawaliberdirinya agama itu. Ketiga, hanya dalam Veda Tuhan Sendiri berjanji untuk menjaga dharma ini secara langsung. Beliau Sendiri bersedia menyisihkan keagungan-Nya (paratva) untuk turunke dunia menyelamatkan Veda-dharma. Beliau sungguh-sungguh menunjukkan betapa besarkasih sayang-Nya (vatsalyatva) bagi pengikut Veda. Untuk mereka Beliau menyediakan Diri-Nya untuk mudah didekati (saulabhya) dan dapat bekerja sama dengan mereka menjaga dharma (sausilya).

Dalam agama lain, ajaran seperti ini tidak ada. Secara logika (anumana) kita bisamenyimpulkan bahwa tuhan yang dipuja di sana bukanlah Tuhan Sejati, karena tuhan itu tidak mampu turun ke dunia. Apapun alasannya, apabila ada yang tidak bisa dilakukan oleh suatu Ada/Being (vastu), maka pastilah itu bukan Tuhan. Bagaimana mungkin ada tuhan yang tidak mampu melakukan sesuatu? Kemudian andaikata yang dipuja itu adalah Tuhan Sejati yang disebutkan juga dalam Veda, maka Tuhan menganggap selain Vedadharma tidak pantas atau tidak cukup layak mendapatkan perhatian yang besar. Buktinya Beliau tidak bersedia secara langsung turun ke dunia menjaga dharma non-vedik itu.

Hanya dari tiga kenyataan ini saja kita sudah mampu melihat bahwa Veda dharma ini memang sungguh-sungguh berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya lebih mudah membuktikankeabsahan Veda dibandingkan ajaran-ajaran agama bernabi. Siapa bisa menjamin kalau manusia-manusia yang disebut nabi, yang lahir tidak lebih dari beberapa ribu tahun yang lalu itu, memang benar menerima wahyu dari Tuhan? Mereka hanya membawa suatu ajaran yang berasal entah dari mana dan bersifat eksternal (external unknown source). Mereka memaksa suatu masyarakat berubah di bawah ancaman dan hukuman.

Berbeda dengan para Maharishi. Para Maharishi menyatakan bahwa mereka hanyalah menyampaikan dharma yang kekal, dharma yang terkandung dalam diri sejati kita. Mereka hanyalah berusaha mengembalikan apa yang sesungguhnya memang milik kita, menyatu dengan jati diri kita yang asli. Para Maharishi tidak datang untuk sekedar menyuruh kita tunduk kepada Tuhan dan diri mereka sebagai utusan-Nya. Beliau-beliau ini hanya menyatakan diri sebagai orang yang lebih dahulu menginsafi Brahman Tertinggi, kemudian mengajak kita untuk turut mengalami sendiri potensi tak terbatas kita dalam berhubungan dengan Brahman. Ajarannya merupakan cara kita melatih diri menginsafi dharma sejati kita. Inilah yang menjadi dasar ajaran rohani yang kini disebut Hindu itu.
Untuk tambahan silakan baca http://lingganarayana.blogspot.com/2009/08/pewahyuan-weda-dan-misteri-wahyu.html

Sambil mencoba mengisi content blog dan usaha untuk belajar untuk menjadi seorang narablogger(bahasa orang yang senang ngeblog versi dagdigdug.com) biar ke tingkat advance, dengan melakukan survey atau lebih tepatnya mengamalkan ilmu follow the competitor, sampailah ke satu situs yang membuat jari-jari ini berhenti ngeklik dan membaca dengan intense. Karena apa? di salah satu situs yang sangat luar biasa saya menemukan satu artikel yang menguatkan atau melengkapi postingan awal saya(Wedangga=Weda Sruti?...). Situs ini layak mendapat 4 jempol(sampai jempol kaki), saya rekomendasikan dan saya jadikan inspirasi/patokan/referensi dalam konteks pengkajian wedangga baik secara keilmuan weda maupun keilmuan ilmiah. Situs yang beralamat di http://ngarayana.web.ugm.ac.id/ ini dikelola oleh admin dengan nickname ngarayana, yang sangat lugas dan cerdas, mengulas keilmuan weda yang dikomparasikan dengan keilmuan ilmiah, sungguh ruarrrr biasa, salut!

Kembali ke judul post, pada postigan tanggal Rabu, 12 Agustus 2009, Ngarayana menulis postingan judul "Poster kronologi pewahyuan Veda", saat membacanya hati saya langsung berkata "nah ini dia yang saya cari", langsung saya minta ijin untuk mengutipnya, membaginya disini dan mencoba mekomparasinya dengan wahyu wedangga.

Pewahyuan Weda
Dalam artikel tersebut, dijelaskan bagaimana proses kitab suci Weda diturunkan (Sruti) kepada 7 Sapta Maha Rsi yang akhirnya disusun menjadi kitab (Smerti) oleh Bagawan Abiyasa/Vyasa. Bahkan sampai-sampai menyertakan posternya segala (speechless saya bro, 4 thumbs up).
Menurut Kitab Weda yang konon telah diturunkan 1,9 Milyar tahun yang lalu (buset) dengan cara lisan(Sruti), akhirnya pada tahun 3.138 sm dikodifikasi, dikumpulkan dan ditulis ulang oleh Maha Rsi Vyasa.
Proses pewahyuan/penurunan weda ini dapat dilihat di kitab yajurveda 30.7:
Yajurveda 30.7
Tasmad Yajnat sarvahuta
Rcah samani jajnire
Chandami jajnire tasmad
Yajus tasmad ajayata

Artinya;
“Dari Tuhan Yang Maha Agung dan kepadanya umat manusia mempersembahkan berbagai yadnya dan daripadanya muncul Rgveda dan Sama veda. Daripadanya muncul yajurveda dan Samaveda“

Dalam proses pewahyuan Weda tersebut, ada beberapa cara yang dikenal, diantaranya adalah :
  1. Svaranada, gema yang diterima oleh para Rsi yang kemudian menjadi sadba Tuhan yang kemudian disampaikan kepada murid-muridnya.
  2. Upanisad, pikiran para Rsi dimasuki oleh sabda Brahman dan berfungsi sebagai penghubung dalam kondisi pendidikan “Param-para”
  3. Darsana atau Darsanam, dimana para Rsi berhadapan secara rohani dalam suatu situasi gaib yang bersifat spiritual.
  4. Avatara, yakni pewahyuan dengan menerima langsung dari perwujudan Tuhan yang menjelma langsung ke dunia, seperti Arjuna menerima ajaran Bhagavad Gita dari Sri Krsna dalam medan perang Kurusetra
Sebagaimana dijelaskan dalam Brahma Samhita, Catur Veda diterima pertama kali dari Tuhan Yang Maha Esa oleh mahluk hidup yang pertama, yaitu Dewa Brahma. Dewa Brahma menurunkan ajaran Veda kepada sapta rsi (7 Rsi) yaitu;
  1. Rsi Grtsamada, yang banyak disebut dalam hubungannya dengan turunya wahyu-wahyu pada Rgveda Mandala 2.
  2. Rsi Visvamitra, yang dikaitkan dengan seluruh Mandala 3 Rgveda.
  3. Rsi Vamadeva, yang dikaitkan dengan Mandala 4 Rgveda
  4. Rsi Atri, yang berhubungan dengan Mandala 5 Rgveda. Dalam keluarga Rsi Atri disebut bahwa terdapat 36 Rsi penerima wahyu.
  5. Rsi Bharadvaja, yang banyak dikaitkan dengan turunnya Mandala 6 Rgveda, kecuali beberapa bagian yang berhubungan dengan nama Sahotra dan Sarahotra.
  6. Rsi Vasistha, yang banyak berhubungan dengan Mandala 7 Rgveda. Dalam kisah Mahabrata, rsi ini juga sering disamakan dengan Rsi Visvamitra.
  7. Rsi Kanva, yang merupakan nama pribadi dan nama keluarga yang banyak dikaitkan dengan mandala 8 Rgveda. Adapun mandala 9 dan 10 adalah kumpulan wahyu yang diterima oleh beberapa Rsi yang lain.
Penyampaian Veda kepada seluruh umat manusia berlangsung melalui sistem parampara dan sebagian besar hanya disampaikan secara lisan dari guru ke murid. Hal ini berlangsung selama jutaan tahun. Sampai akhirnya pada akhir jaman Dvaparayuga atau pada awal jaman Kaliyuga, Maha Rsi Vyasa (Veda Vyasa) yang diyakini sebagai Avatara Tuhan melakukan kodifikasi, pengumpulan dan penulisan ulang Veda. Hal ini beliau lakukan karena beliau sadar bahwa pada jaman Kaliyuga ingatan manusia akan merosot tajam sehingga untuk membantu pengajaran Veda selanjutnya diperlukan teks-teks Veda yang ditulis dalam kulit kayu, batu dan sejenisnya (ngarayana,2009, Poster kronologi pewahyuan weda,( www.ngarayana.web.ugm.ac.id ).
Misteri Pewahyuan Wedangga.

Nah wedangga atau diartikan "Weda Ana Ring Angga" adalah satu tingkatan spiritual dimana orang yang telah sampai di tingkat tersebut, akan bisa membahasakan bahasa roh dalam bentuk mantra atau bahasa, berkomunikasi dengan roh-roh suci, mempunyai kemampuan spiritual khusus dan dapat mendapat wahyu berupa pengetahuan spiritual.
Wedangga ini identik dengan kemampuan berbahasa (bahkan bisa berbicara arab, china, yahudi, latin/kristen dll, padahal orangnya gak pernah mempelajari bahasa tersebut) atau mengucapkan mantra-mantra tertentu sesuai maksud penggunaannya (sembahyang, pengobatan dan jaga diri) dan gerak-gerak (mudra) yang sangat kentara sebelum melakukan kegiatan terutama persembahyangan. Pewahyuan wedangga biasanya berlangsung dimana oarang tersebut masih dalam keadaan sadar ketika menyampaikan wahyu tersebut. Ini berbeda dengan praktek spiritual balian/mangku/jero dasaran (shamanic) yang umum di Bali. Kalau di Bali masih dipercaya satu orang dengan tingkatan tertentu yang dianggap mampu untuk menyampaikan pesan-pesan dari roh-roh. Biasanya menyampaikan pesan dari pitara/leluhur atau ida sesuhunan(roh yang menjadi sungsungannya dalam praktek spiritual) berupa pesan kehidupan, kesembuhan/sebab-sebab penyakit/malapetaka dan pengetahuan tentang kehidupan spiritual. Untuk Di Bali praktek-praktek pewahyuan dapat dibagi menjadi beberapa bagian:

1. Kerauhan
dimana mediator tidak sadarkan diri (trance) dalam menyampaikan pesannya, bisa melaksanakan kegiatan yang diluar nalar seperti: mendadak bisa menari, menusuk dirinya, bertingkah seperti binatang tertentu, di suatu kondisi tertentu berbahasa yang diluar kemampuannya (jawa kuno dll). Jika dilihat dari kaca spiritual, tampaknya mediator tersebut dipinjam raganya oleh roh-roh dengan energi yang lebih besar sehingga kadang-kadang terlihat mediator menjadi lemas setelah proses kerauhan tersebut dan pesannya kadang-kadang gak jelas (kadang dalam keadaan menangis atau marah-marah gak karuan.

2. Jero Dasaran/Mangku Tapakan
Ini biasanya dilaksanakan oleh seseorang yang mendapat pengakuan sosial dari masyarakat atau bisa dikatakan telah menjadi profesi di tingkat spiritual. Orang tersebut hanya bisa mengarahkan roh-roh mana yang akan dimasukan (katanya) sesuai dengan keinginan klien dengan perantaraan sarana sesajen tertentu(beras, air,dll). Biasanya pesannya dapat didengar dengan jelas dan terkontrol, namun masih bersifat kerauhan dimana mediator tidak sadarkan diri atau menggunan sarana dupa sebagai pertanda waktu mediator untuk menyadarkan diri, ketika dupa telah habis dan menyentuh tangannya (ya iyalah panas bok).

3. Titah/sabda
Ini biasanya diterima dimana kesadaran mediator masih dikontrol, biasanya mediator dalam prosesi spiritual tertentu (sembahyang, meditasi, bertapa). hanya didengar oleh mediator sendiri tidak bisa dibahasakan secara langsung bersifat pribadi.

4. Tutur
Ini berbeda dengan kerauhan dimana mediator melakukannya secara sadar. Namun pada waktu bicara, apa yang dibicarakan bukan berasal dari kehendak mediator. Biasanya berisi ajaran-ajaran atau ilmu pengetahuan spiritual untuk berkehidupan. Bahasanya dapat dimengerti, biasanya menggunakan bahasa Bali atau bahkan bahasa indonesia.Tentu hal ini sangat sulit dan hanya dapat dilakukan di tingkat spiritual tertentu, dimana keikhlasan dan pikiran mediator telah dapat dikendalikan, sehingga tidak bercampur dengan tutur tersebut. Ini biasanya dapat ditemukan setiap mengadakan persembahyangan bersama di pesraman(Purnama Tilem atau Tirtayathra). Tentu yang mampu sebagai mediator "tutur" tingkat wedangga-nya telah mumpuni dan telah mengetahui mantra kunci-kunci tertentu, agar pesan yang datang tersebut betul-betul dari beliau bukan dari roh-roh lain.
Jika dikaitkan dengan pewahyuan weda di atas nampak jelas beberapa persamaan dalam konteks pewahyuan terutama dalam Svaranada (gema yang diterima oleh para Rsi yang kemudian menjadi sadba Tuhan yang kemudian disampaikan kepada murid-muridnya). Namun tetap kami ingatkan Weda bersifat universal sedangkan wedangga untuk diri sendiri. Tutur hanya salah satu dari banyaknya ajaran agama untuk menuntun kita dalam kehidupan. Semoga bermanfaat.
Om Shanti Shanti Shanti om...