Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali, Indonesia. Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali.
Revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem
irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani
harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan
petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem Subak, di mana
kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode yang baru pada
revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi
kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air. (en) [2] Akhirnya ditemukan bahwa sistem pengairan sawah secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala ini.
Subak telah dipelajari oleh Clifford Geertz,
sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian umum tentang
pentingnya sistem irigasi tradisional. Ia mempelajari pura-pura di Bali,
terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh
orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani
Bali untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.
Pada tahun 2012 ini UNESCO, mengakui Subak (Bali Cultur Landscape), sebagai Situs Warisan Dunia,pada sidang pertama yang berlangsung di Saint Petersburg, Rusia.