OM Swastyastu,
--- Ya Tuhan, semoga Engkau selalu memberikan perlindungan ---
Om Shanti Shanti Shanti Om...
Sumber : http://stitidharma.org/pola-hidup-bersih-dan-sehat-ditinjau-dari-perspektif-hindu/
--- Ya Tuhan, semoga Engkau selalu memberikan perlindungan ---
Saya ingin memberikan tentang Pola Hidup
Bersih dan Sehat berdasrkan Hindu, yang dimana hal ini berhubungan
dengan makanan SUKLE ( bersih dan suci ) yang banyak dikaitkan dengan
orang dauh tukad dgn istilah Haram dan Halal. Hal ini menjadi salah satu
perhatian saya karena banyak sekali generasi kita Hindu dan yang belum
mengetahuinya sehingga menjadi sebuah pertanyaan yang sangat mendasar.
Inilah pertanyaannya :
Maaf SUKLA itu baru/belum terpakai /suci...trus lawan dr SUKLA apa?....apa sama dng Halal vs Haram?....aku bingung...???
Pertanyaan diatas adalah suatu hal yang
memang mesti harus ditanyakan bagi generasi Hindu yang belum mengetahui
jadi Bangkit kan Kesadaran diri mulai dari hati kita sendiri. dan
janganlah dengan bertanya hal tersebut menjadi malu atau sungkan. Saya
bangga terhadap Generasi Muda Hindu yang kritis dan militan terhadap
Hindu. Karena dengan Kebangkitan Hindu yang di mulai dari diri anda
sekarang adalah jalan untuk meningkatkan SDM Hindu Sejati dalam melawan
sistem Konversi yang sudah mulai sangat kritis saat ini dengan berbagai
cara, jadi mau tidak mau mesti bangkit dan mempertahankan dan berjuang
untuk menegakan dharma kita sebagai umat Hindu.
Seperti seorang tokoh dunia Clifford Warren mengatakan " Mulai” adalah kata yang penuh kekuatan. Cara terbaik untuk menyelesaikan
sesuatu adalah, “Mulai”.Tapi juga mengherankan, pekerjaan apa yang
dapat kita selesaikan kalau kita hanya memulainya.
Saya akan memberikan penjelasan tapi
bukan jawaban yang tentang pertanyaan tersebut di tinjau dari segi Weda
jadi silakan anda memaknainya...
Sukle itu bersih dan suci, sedangkan dalam
hindu , istilah Halal TIDAK ADA, yang ada hanya makanan/minuman yang
diperbolehkan/dilarang untuk dikonsumsi. Kata-kata HALAL hanya
didapatkan pada PENJELASAN (dalam bahasa Indonesia), bukan pada isi
Sloka.
Dalam kitab Bhagavad Gita: Sloka 17.7 – 17.10
Haram dalam bahasa Sansekerta: amedhyam.
Makanan diperbolehkan: makanan yang memiliki sifat kebaikan untuk
memperpanjang usia hidup, menyucikan kehidupan dan memberi kekuatan,
kesehatan, kebahagiaan dan kepuasan yang memiliki kandungan penuh sari,
berlemak, bergizi dan menyenangkan hati.
Makanan dilarang:
makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, panas sekali atau menyebabkan
badan menjadi panas sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan berisi
banyak bumbu yang keras sekali yang disukai oleh orang dalam sifat
nafsu. Makanan ini menyebabkan dukacita, kesengsaraan dan penyakit.
Secara detailnya silakan anda simak di bawah ini :
Kehidupan manusia
yang tidak lepas dari pengaruh kemahakuasaan Hyang Widhi, dalam ajaran
Hindu terdiri dari dua aspek, yaitu aspek nyata atau “skala” dan aspek
tidak nyata atau “niskala”.
Aspek skala adalah sesuatu yang jelas
dan langsung dapat dilakukan melalui hasil berpikir (cognitive) yang
juga menghasilkan emosi dan perilaku, kemudian dapat dirasakan melalui
pengindraan.
Aspek niskala mengandung keyakinan pada ajaran agama
yang mempengaruhi ketentraman batin melalui vibrasi-vibrasi kesucian
yang hasilnya tidak dapat dirasakan melalui pengindraan. Keduanya tidak
terpisahkan dan oleh karena itu perlu diperhatikan secara
bersama-sama.
Dalam konteks pola hidup bersih dan sehat terdapat
pula aspek skala dan niskala sebagaimana diatur dalam Atharwa Weda,
kemudian psikolog Barat: Sperman & Reven (1938) menyatakan bahwa
kondisi ideal untuk hidup bersih dan sehat atau “Living Healthy”
meliputi unsur-unsur: physical, emotional, sosial, intelektual, dan
spiritual.
Beberapa cendekiawan Hindu berpendapat bahwa
membersihkan tubuh, pikiran, jiwa (atma) dan akal (budi) dilaksanakan
bersama-sama, seperti yang disebutkan dalam salah satu sloka Silakrama:
ADBHIR GATRANI SUDYANTHI, MANAH STYENA SUDYANTHI, WIDYATTAPOBHYAM BHRTATMA, BUDHIR JNANENA SUDYATI
Artinya:
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran,
jiwa (atman) dibersihkan dengan ilmu, dan akal (budi) dibersihkan
dengan kebijaksanaan.
Pendapat saya agak berbeda dengan Sperman
& Reven dalam urut-urutannya saja, sebagai berikut: Spiritual,
Emotional, Intelektual, Physical, dan Sosial dengan pertimbangan bahwa
unsur Spiritual yang tergolong aspek niskala sangat besar pengaruhnya
pada unsur-unsur Emotional, Intelektual, Physical, dan Sosial.
Empat yang terakhir ini saya golongkan pada aspek skala.
Pola
Hidup Bersih dan Sehat pada aspek niskala dapat digambarkan sebagai
kesucian atman (jiwa/ rohani), pikiran, dan akal (budi) yang diperoleh
dari upaya yang terus menerus mempelajari dan melaksanakan
ajaran-ajaran Agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari (kehidupan
spiritual).
Titik pangkalnya adalah keyakinan yang kuat akan adanya Hyang Widhi.
Ada
pandangan Hindu Ortodok atau Astika yang mengenalkan Sad Dharsana
(enam filsafat), yaitu: Mimansa, Vedanta, Sankhya, Yoga, Nyaya, dan
Vaisesika.
Diantaranya yang menarik adalah filsafat Nyaya
menyatakan bahwa keyakinan akan adanya Hyang Widhi didapat melalui
empat pramana (pengetahuan), yaitu:
- Agama Pramana (mempelajari kitab-kitab suci)
- Pratiyaksa Pramana (merasakan atau mengalami langsung dengan jelas dan nyata)
- Anumana Pramana (menarik kesimpulan berdasarkan logika dari unsur-unsur gerakan, sebab-akibat, keharusan, kesempurnaan, dan keteraturan)
- Upamana Pramana (analogi, yaitu kesimpulan berdasarkan perbandingan dari unsur-unsur metafora/ penciptaan, struktural/ bahan penciptaan, dan kausal/ akibat dari suatu sebab)
Setelah meyakini kebesaran dan kekuasaan Hyang Widhi maka manusia mencari jalan menuju kepada-Nya melalui catur marga:
- Bhakti Marga (menyembah, memuja, menghormati, dan menyayangi)
- Karma Marga (bekerja, berbuat mencapai tujuan hidup dilandasi ajaran Weda)
- Jnana Marga (mempelajari kitab suci sebagai sumber ilmu pengetahuan kemudian menyebarkannya kepada umat seluas-luasnya)
- Yoga Marga (olah badan dan pikiran untuk menghubungkan atma dengan parama atma)
Keempat
jalan ini tidak dilaksanakan sendiri-sendiri, namun serentak menurut
perimbangan bobot kemampuan masing-masing. Dalam menempuh catur marga
itu ada rambu-rambu Agama yang patut dilaksanakan antara lain:
- Catur Purushaarta: dharma, artha, kama, dan moksa, yang urutannya tidak boleh ditukar karena tiada artha dapat diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama diperoleh tanpa artha, seterusnya tiada moksa diperoleh tanpa melalui dharma, artha, dan kama.
- Sistacara: kehidupan suci yang membentuk susila.
- Sadacara: taat pada peraturan atau perundang-undangan yang sah.
- Atmanastusti: memelihara hati nurani yang suci.
- Menjauhkan diri dari Sad Tatayi: agnida (membakar rumah atau memarahi seseorang), wisada (meracun orang), atharwa (memakai ilmu hitam), sastraghna (mengamuk), dratikrama (memperkosa), rajapisuna (memfitnah)
- Waspada pada Sad Ripu yang ada pada diri kita: kama (nafsu), loba (serakah), kroda (marah), mada (mabuk), moha (sombong), matsarya (cemburu, dengki, irihati).
- Laksanakan Trikaya Parisudha: kayika (perbuatan yang baik, yaitu: tidak membunuh, mencuri, berzina); wacika (perkataan yang baik, yaitu tidak berkata-kata kasar, kotor dan fitnah, serta berkata jujur); manacika (pikiran yang baik, yaitu: tidak dengki dengan kepunyaan orang lain, percaya dengan hukum karma phala, dan sayang kepada semua mahluk).
- Senantiasa melakukan Asada Brata: dharma (taat pada hakekat kebenaran), satya (setia pada nusa, bangsa, negara), tapa (mengendalikan diri), dama (tenang dan sabar), wimatsarira (tidak dengki, iri, serakah), hrih (punya rasa malu), titiksa (tidak gusar), anasuya (tidak bertabiat jahat), yadnya (berkorban), dana (dermawan), dhrti (mensucikan diri), ksama (pemaaf).
- Kemampuan mengendalikan Dasa Indria: srotendria (pendengaran), twakindria (alat peraba/ kulit), granendria (penciuman), caksundria (penglihatan), wakindria (lidah), panindria (gerakan tangan), payundria (membuang kotoran), jihwendria (gerakan kaki), pastendria (alat kelamin).
- Mengendalikan diri melalui Yama Brata: anrsamsa (tidak egois), ksama (pemaaf), satya (setia), ahimsa (tidak membunuh/ menyakiti), dama (sabar dan tenang), arjawa (tulus ikhlas), pritih (welas asih), prasada (tidak berpikir buruk), madhurya (bermuka manis secara tulus), mardawa (lemah lembut).
- Menegakkan disiplin melalui Niyama Brata: dana (dermawan), ijya (bersembahyang), tapa (mengendalikan diri), dhyana (menyadari kebesaran Hyang Widhi), swadhyaya (rajin belajar), upasthanigraha (menjaga kesucian hubungan sex), brata (mengekang nafsu), upawasa (puasa), mona (berbicara hati-hati), snana (menjaga kesucian bathin).
- Mengatur kehidupan dalam Catur Ashrama, yaitu: brahmacari (belajar/ menuntut ilmu), griya hasta (berumah tangga dan mengembangkan keturunan), wanaprasta (mengurangi ikatan kepada kenikmatan dunia), bhiksuka (mensucikan diri dengan mewinten/ mediksa).
- Apabila keempat marga dilaksanakan dengan baik maka manusia akan memiliki sad guna yaitu:
- Sandhi (mudah keluar dari kesulitan hidup)
- Wigrha (berpengaruh)
- Jana (perkataannya dituruti)
- Sana (selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan)
- Wisesa (bijaksana, berwibawa, mudah menaklukan adharma)
- Srya (mendapat simpati/ disenangi)
Pribadi-pribadi
yang dalam keadaan sad guna akan membiaskan vibrasi pada kelompok
manusia yang ada di sekitarnya sehingga terwujudlah masyarakat yang
bercirikan:
- Satyam (taat beragama)
- Siwam (kasih sayang)
- Sundaram (sejahtera materiil dan immateriil)
Satyam,
Siwam, Sundaram adalah unsur-unsur yang sangat menentukan upaya
manusia mencapai moksartham jagadhita (kebahagiaan lahir/ bathin).
Pola
Hidup Bersih dan Sehat pada aspek skala dapat digambarkan sebagai
kebersihan dan kesehatan diri (fisik) serta kebersihan dan kesehatan
lingkungan.
Kebersihan dan kesehatan diri perlu dijaga karena
dengan badan (sarira) yang bersih dan sehat manusia dapat melaksanakan
catur purusha artha, yaitu: dharma, artha, kama, dan moksa, sebagaimana
disebutkan dalam Brahma Purana 228.45:
DHARMA ARTHA KAMA MOKSHANAM SARIRA SADANAM
Badan
hendaknya dijaga agar jangan digunakan untuk tujuan selain mencapai
catur purusha artha; bila terjadi penyimpangan berarti hidup
tersia-sia.
Menjaga kebersihan, kesehatan dan kesucian badan
dalam ajaran Yoga Sutra Patanjali disebut sebagai sauca. Sauca artinya
suci lahir bathin melalui kebersihan dan kesehatan badan serta kesucian
bathin.
Oleh karena kebersihan pangkal kesehatan, maka kesehatan
badan dapat mempengaruhi kesucian jiwa. Demikian pula kesucian jiwa
dapat mempengaruhi kesehatan jasmani.
Badan dalam Kitab Wrehaspati
Tattwa disebut sebagai stula sarira terdiri dari unsur-unsur panca
mahabutha, yaitu pertiwi, apah, bayu, teja, dan akasa. Kesehatan
dicapai bila keseimbangan kelima unsur itu terjaga dengan pengaturan
komposisi Tri Guna, yaitu Satwam, Rajas, dan Tamas.
Satwam
menyangkut perilaku yang tenang, Rajas menyangkut aktivitas badan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan Tamas menyangkut perlunya memberi
waktu yang cukup untuk beristirahat/ bersantai/ berrekreasi.
Upaya menjaga kesehatan atau keseimbangan panca mahabutha dalam tubuh menurut Ayur Weda dilakukan dengan tiga hal, yaitu:
Pertama:
dengan menjaga makanan (Ahara). Tidak sembarang makanan baik untuk
kesehatan. Makanan yang baik dan bermanfaat untuk badan disebut sebagai
Satvika Ahara.
Bhagawadgita XVII (Sraddhatraya vibhaga yoga)
Pasal 8:
AYUHSATTVABALAROGYA, SUKHAPRITIVIVARDHANAH, RASYAH SNIGDHAH STHIRA HRIDYA, AHARAH SATTVIKAPRIYAH
Makanan
yang memberi hidup, kekuatan, tenaga, kesehatan, kebahagiaan dan
kegembiraan yang terasa lezat, lembut, menyegarkan dan enak sangat
disukai (sattvika).
Pasal 9:
KATVAMLALAVANATYUSHNA, TIKSHNARUKSHAVIDAHINAH, AHARA RAJASASYE SHTA, DUHKHASOKAMAYAPRADAH
Makanan
yang pahit (bukan obat), masam, asin, pedas, banyak rempah, keras, dan
hangus yang menyebabkan kesusahan, kesedihan dan penyakit.
Pasal 10:
YATAYAMAM GATARASAM, PUTI PARYUSHITAM CHA YAT, UCHCHHISTAM API CHA MEDHYAM, BHOJANAM TAMASAPRIYAM
Makanan yang usang, hilang rasa, busuk, berbau, bekas/ sisa-sisa dan tidak bersih adalah makanan yang sangat buruk.
Kesimpulannya, makanan yang baik adalah makanan yang berguna untuk:
- Memperpanjang hidup (ayuh)
- Mensucikan atma (satvika)
- Memberi kekuatan fisik (bala)
- Menjaga kesehatan (arogya)
- Memberi rasa bahagia (sukha)
- Memuaskan (priti)
- Meningkatkan status kehidupan (vivar dhanah)
Makanan baik tersebut harus:
- Mengandung sari (rasyah)
- Sedikit lemak (snigdhah)
- Tahan lama (sthitah)
- Menyenangkan (hrdyah)
- Tidak merusak ingatan atau mabuk (amada)
Kedua:
dengan Vihara, yaitu berperilaku wajar, misalnya tidak bergadang,
terlambat makan (kecuali sedang upawasa), menahan hajat buang air,
berdekatan dengan orang yang berpenyakit menular, tidur berlebihan, dan
menghibur diri berlebihan.
Ketiga: dengan
Ausada, yaitu secara teratur minum jamu (loloh) yang terbuat dari
tumbuh-tumbuhan. Selain itu, badan juga perlu dirawat dengan
keseimbangan gerak dan peredaran tenaga (prana) ke seluruh tubuh antara
lain dengan berolah raga, atau dalam agama Hindu dengan melakukan Yoga
Asana dan Pranayama secara rutin setiap hari.
Kebersihan dan
kesehatan lingkungan perlu dijaga karena berkaitan erat dengan
kebersihan dan kesehatan manusia. Yang dimaksud dengan lingkungan
adalah alam semesta.
Lontar Ganapati Tattwa pada Bab I
menguraikan bahwa pada awal penciptaan semesta (Bhuwana Agung), Hyang
Widhi dalam manifestasinya sebagai Panca Dewata menjaga kelestarian alam
sebagai berikut:
- Brahma bertempat di selatan menjaga bumi (pertiwi)
- Wisnu di utara menjaga air (apah)
- Rudra di barat menjaga matahari, bulan, dan bintang (teja)
- Iswara di timur menjaga udara (bayu)
- Sadasiwa di tengah menjaga ether (akasa)
Pertiwi,
apah, teja, bayu, dan akasa disebut sebagai Panca Mahabutha. Setelah
semuanya dijaga dan setelah terciptanya binatang dan tumbuh-tumbuhan
barulah Panca Dewata menciptakan manusia sebagai berikut:
- Brahma dan Wisnu menciptakan tubuh dengan sarana tanah (pertiwi) dan air (apah)
- Rudra menciptakan mata dari teja
- Iswara menciptakan nafas dari bayu
- Sadasiwa menciptakan suara dari akasa
Kelima
unsur yang membentuk tubuh manusia ini disebut sebagai Bhuwana Alit.
Dengan demikian maka jelaslah bahwa unsur-unsur Bhuwana Agung sama
dengan unsur-unsur Bhuwana Alit. Atau dengan kata lain tubuh manusia
pun disebut sebagai Panca Mahabutha.
Bila manusia ingin hidup
bersih dan sehat maka manusia juga mempunyai kewajiban memelihara
Bhuwana Agung bersih dan sehat, sebab jika Bhuwana Agung tidak bersih
dan tidak sehat mustahillah manusia bisa hidup bersih dan sehat.
Dalam
ajaran catur marga tentang Bhakti Marga disebutkan bahwa wujud
kecintaan seorang bhakta kepada Hyang Widhi tercermin juga pada cinta
dan kasih sayangnya kepada semua ciptaan-Nya, termasuk alam semesta.
Kitab Manawa Dharmasastra Bab IV (Atha Caturtho Dhyayah)
Pasal 52:
PRATYAGNIM PRATISURYAM CA PRATISOMODAKAD WIJAN, PRATIGAN PRATIWATAM CA PRAJNA NASYATI MEHATAH
Kecerdasan
seseorang akan sirna jika ia kencing menghadapi api, matahari, bulan,
dalam air sungai, menghadapi Brahmana, sapi atau arah angin.
Pasal 56:
NAFSU MUTRAM PURISAM WA STHIWANAM WA SAMUTSRJET, AMEDHYA LIPTA MENYADWA LOHITAM WA WISANI WA
Hendaknya
ia jangan kencing atau berak dalam air sungai, danau, laut, tidak pula
meludah, juga tidak boleh berkata-kata kotor, tidak pula melemparkan
sampah, darah, atau sesuatu yang berbisa atau beracun.
Menjaga
kebersihan dan kesehatan baik secara skala maupun niskala seperti yang
dikemukakan di atas tidak hanya merupakan kewajiban manusia perorangan
yang taat beragama , tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah
seperti yang diajarkan oleh Resi Kautilia dalam kitab Chanakya
Nitisastra, bahwa seorang raja (kepala pemerintahan) wajib memelihara
kelestarian sumber-sumber alam, kebersihan pemukiman, kesehatan jasmani
dan rohani rakyatnya agar negara kuat makmur dan damai.
Nah semoga dari penjelasan di atas dapat memberikan Kebangkitan Hindu dalam diri untuk menjadi seorang HINDU yang sejati
Om Shanti Shanti Shanti Om...
Sumber : http://stitidharma.org/pola-hidup-bersih-dan-sehat-ditinjau-dari-perspektif-hindu/