HINDU SOPOYONO: Benarkah Agama Hindu Penyembah Berhala Patung Kafir dan Hanya Memuja Dewa?
OM SVASTI ASTU - SELAMAT DATANG DI SOPOYONO BLOGSPOT
“Aku hendak membagikan apa yang kudengar – itupun jika kau mengizinkan!”

Minggu

Benarkah Agama Hindu Penyembah Berhala Patung Kafir dan Hanya Memuja Dewa?


svarupa-sakti
Bhagavad-gita 7.20
Orang yang kecerdasannya sudah dicuri oleh keinginan duniawi menyerahkan diri kepada para dewa dan mengikuti aturan dan peraturan sembahyang tertentu menurut sifatnya masing-masing.

Bhagavad-gita 7.21
Aku bersemayam di dalam hati semua orang sebagai Roh Yang Utama. Begitu seseorang menyembah dewa tertentu, Aku menjadikan kepercayaannya mantap supaya ia dapat menyerahkan diri kepada dewa itu.

Bhagavad-gita 7.22
Setelah diberi kepercayaan seperti itu, dia berusaha menyembah dewa tertentu dan memperoleh apa yang diinginkannya. Tetapi sebenarnya hanya Aku Sendiri yang menganugerahkan berkat-berkat itu.

Bhagavad-gita 7.23
Orang yang kurang cerdas menyembah para dewa, dan hasilnya terbatas dan sementara. Orang yang menyembah para dewa pergi ke planet-planet para dewa, tetapi para penyembah-Ku akhirnya mencapai planet-Ku yang paling tinggi.

Bhagavad-gita 9.23
Orang yang menjadi penyembah dewa-dewa lain dan menyembah dewa-dewa itu dengan kepercayaan sebenarnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka berbuat demikian dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti.


Bhagavad-gita 9.25
Orang yang menyembah dewa-dewa akan dilahirkan di antara para dewa, orang yang menyembah leluhur akan pergi ke leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan di tengah-tengah makhluk-makhluk seperti itu, dan orang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Ku.


Bhagavad-gita 10.2
Baik para dewa maupun resi-resi yang mulia tidak mengenal asal mula maupun kehebatan-Ku, sebab, dalam segala hal, Aku adalah sumber dewa-dewa dan resi-resi.
———————————–
Maksud dari sloka-sloka diatas adalah bila menyembah dewa-dewa atau hal-hal dibawahnya dengan tujuan duniawi (menjadi terikat karenanya) dan tanpa memahami hakekat Bhagavan / Brahman (Tuhan Yang Maha Esa), sebagai asal muasal dewa-dewa dan semua mahluk lainnya.




Sifat atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (Bhagavan) yang Rohani tanpa wujud baru bisa difahami oleh manusia bahkan oleh para dewa bila Beliau mengambil wujud.  Misalnya wujud yang Beliau pilih saat inkarnasi (Avatar) di Bumi adalah Krishna dan Rama, walaupun pada saat yang sama Bhagavan yang Rohani bisa ada dimana-mana dan juga pancaran cahaya Brahman yang Rohani ada dimana-mana tidak terbatas. Penggunaan sarana gambar atau patung dari wujud yang pernah Beliau pilih adalah hanya sarana untuk memudahkan dalam memfokuskan (mengingat) kepada Kepribadian Tuhan yang rohani / melampaui hal-hal material, bukan menyembah gambar / patung tersebut secara material. Walaupun juga pada umumnya gambar dan patung hanyalah “hiasan” atau simbol dalam membawa suasana khusuk dan bersembahyang kehadapan Tuhan yang tanpa wujud dengan pengucapan “Om”.

Tuhan yang tidak berwujud dan meliputi segala sesuatu dapat dihayati secara murni dan lengkap dalam pemujaan arca atau gambar yang melukiskan perwujudan-Nya (manifestasiNya). Patung atau gambar itu mempunyai manfaat yang sama seperti kiasan dan perumpamaan dalam puisi, yaitu untuk menerangkan, menjelaskan, dan memudahkan pengertian. Pemujaan ini sesungguhnya didasarkan pada kemampuan manusia untuk melihat alam semesta (makrokosmos) dalam replika mini (mikrokosmos).

Rasa lautan dapat dikecap secara lengkap dalam setiap tetesan airnya, tetapi ini tidak berarti bahwa tetesan air itu adalah samudra. Kita melihat tetesan air dan lautan sebagai dua hal yang terpisah, tetapi keduanya mempunyai sifat dan rasa yang sama.

Bila nama dan wujud Tuhan yang dipilih seorang bakta diubah menjadi yang tidak berwujud dan tanpa sifat, maka Ia disebut Brahmam ‘Yang Mahabesar, Yang Mutlak’.  Bila “setetes” Yang Mahabesar dan Mutlak itu muncul dengan sifat dan wujud, mungkin Ia disebut sebagai Rama, Krishna, Wisnu, atau Siwa.
Sumber :
ssg-kupang.hostoi.com/PremaVahini/Wacana18.html

Bhagavad-gita 12.1 Arjuna bertanya; yang mana dianggap lebih sempurna; orang yang selalu tekun dalam bhakti kepada Anda dengan cara yang benar ataukah orang yang menyembah Brahman, yang tidak bersifat pribadi dan tidak terwujud?

Bhagavad-gita 12.2 Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Orang yang memusatkan pikirannya pada bentuk pribadi-Ku dan selalu tekun menyembah-Ku dengan keyakinan besar yang rohani dan melampaui hal-hal duniawi Aku anggap paling sempurna.

Bhagavad-gita 12.3-4  Tetapi orang yang sepenuhnya menyembah yang tidak terwujud , di luar jangkauan indria-indria, yang berada di mana-mana, tidak dapat dipahami, tidak pernah berubah, mantap dan tidak dapat dipindahkan-paham tentang kebenaran Mutlak yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan-dengan mengendalikan indria-indria, bersikap yang sama terhadap semua orang, dan sibuk demi kesejahteraan semua orang, akhirnya mencapai kepada-Ku.

Bhagavad-gita 12.5  Orang yang pikirannya terikat pada aspek Yang Mahakuasa yang tidak berwujud dan tidak bersifat pribadi sulit sekali maju. Kemajuan dalam disiplin itu selalu sulit sekali bagi orang yang mempunyai badan.
———————————–
Gita menyatakan, tidak mungkinlah manusia mencapai tingkat tanpa sifat dan bentuk, sebelum ia melalui tahap memuja Tuhan dengan sifat dan wujud-Nya. Selama engkau masih memiliki keterikatan pada badan kasar dan masih tenggelam dalam kesadaran fisik, engkau tidak akan mampu memahami serta mencapai Yang Mahatinggi yang tanpa sifat dan tanpa bentuk. Engkau akan dapat memuja yang tak berwujud, bila engkau telah mampu mengatasi keterikatanmu dengan raga, keterikatanmu dengan keduniawian, dan semua keterikatan lain. Karena itu, selama engkau menyamakan dirimu dengan badan dan beranggapan bahwa engkau mempunyai wujud tertentu, engkau tidak akan dapat mencapai aspek Tuhan yang tanpa wujud.

Maka engkau harus mulai memuja Tuhan dengan sifat-Nya, artinya, engkau memuja inkarnasi atau perwujudan-Nya yang tertentu. Lambat laun, sesudah ini berjalan beberapa lama, engkau akan dapat mengubah latihan rohanimu dan menjadi pemuja Yang Mahatinggi dalam aspek-Nya yang tak berwujud. Orang-orang beranggapan bahwa mereka bisa saja memuja wujud Tuhan yang universal, tetapi ini pun pada hakikatnya merupakan pemujaan suatu wujud.

Engkau tidak dapat selamanya mendasarkan pengalamanmu hanya atas prinsip ketuhanan yang diwujudkan dengan nama dan rupa. Aspek wujud dan aspek tanpa wujud sama pentingnya bagi seorang bhakta. Ibarat kedua sayap burung atau kedua kaki untuk berjalan. Tujuan dapat dicapai dengan kedua kaki itu yaitu dengan wujud dan tanpa wujud., dengan meletakkan satu kaki di depan yang lain, kaki yang melambangkan wujud ditopang oleh kaki lainnya yang melambangkan tanpa wujud. Perlu kita sadari bahwa penjelmaan Tuhan dengan wujud hanya bersifat sementara, sedangkan aspek ketuhanan tanpa wujud bersifat kekal, ada di mana-mana dan tak berubah.

Demi kepuasan manusiawi engkau memberikan nama dan wujud kepada Tuhan, tetapi sesungguhnya Ia sama sekali tidak berwujud. Namun, Ia mengambil suatu wujud sehingga engkau dapat memuja-Nya dan mengagumi-Nya, berbhakti dan mencintai-Nya dan dengan demikian memenuhi cita-cita spiritualmu.
Sumber :
ssg-kupang.hostoi.com/IntisariBhagawadGita/BhagawadGita03.html


Istilah berhala dan kafir adalah istilah diluar Agama Hindu dan tidak ada hubungannya dengan Agama Hindu.
Dalam Agama Hindu hanya ada istilah keterikatan terhadap hal-hal duniawi (yang mungkin bisa disamakan menyembah berhala), serta istilah Adharma (tidak menjalankan Prinsip-Prinsip Dharma, yang mungkin bisa disamakan dengan istilah kafir), yang ditujukan kepada seseorang, bukan kepada suatu suku, agama atau bangsa. Jadi fikiran, perkataan dan perbuatan baik atau buruk seseoranglah yang menentukan, yang sifatnya universal.